PROGRAM PNPM MP KABUPATEN LANGKAT 2011
Anugrah atau Musibah?
(Sebuah Evaluasi dengan Studi Kasus)
Penulis: Drs.
Jamalludin Sitepu, M.A. (Team Leader)
Agusma Hidayat, S.Pd
Eli
Maksum, S.Pd.I
POKJA RUBELMAS PNPM MP KABUPATEN LANGKAT 2011
BAB I. PENDAHULUAN
Oleh: Drs.
Jamalludin Sitepu, M.A.
Team Leader
·
Alasan
Penulisan Buku Evaluasi
Program
PNPM MP di Kabupaten Langkat telah dilaksanakan sejak awal peluncuran program
ini sejak 30 April tahun 2007.oleh Presiden Republik Indonesia. Program ini dianggap
sebagai penyempurna program-program penanggulangan kemiskinan dan pembukaan
kesempatan kerja sebelumnya. Tugas dan kewenangan Pemeintah Daerah hanyalah
pengawasan dan memastikan pemberdayaan. Sedangkan pelaksanaan program
sepenuhnya tanggungjawab dan wewenang Unit Pengelola Kegiatan (UPK).
Pada
tahun anggaran 2011, PNPM MP di Kabupaten Langkat dialokasikan dana sebanyak
Rp. 15.450.000.000,- Adapun tabulasi
program ada pada tabel di bawah ini:
NO
|
JENIS
PROYEK
|
ANGGARAN
(RP)
|
1
|
Jalan
|
8.052.923.000
|
2
|
Jembatan
|
260.635.000
|
3
|
Pasar
|
100.000.000
|
4
|
Sekolah
|
498.691.000
|
5
|
Air Bersih
|
96.366.000
|
6
|
MCK
|
25.214.000
|
7
|
Bangunan
Pelengkap
|
4.611.821.000
|
8
|
Simpan Pinjam
Perempuan
|
1.804.350.000
|
Program
di Kabupaten Langkat ini tentu saja mengikuti prosedur dan mekanisme yang telah
ditentukan leh pemerintah pusat. Dari perjalanan program ini sampai tahun 2011
tentu saja telah banyak keberhasilan yang diperoleh. Namun tidak sedikit juga
kelemahan ataupun kegagalan yang ditemukan dan harus dicari jalan keluarnya.
Dalam
laporannya Tim Riset PNPM INFID pada tanggal 12 Juli 2012, yang dikordinir oleh
George Aditjondro dengan anggotanya Delima Silalahi (KSPPM Parapat), Milita
Riatna Utami (LSBH NTB), dan Wendy Bullon (Cis Timor), menyatakan bahwa Program
PNPM Mandiri adalah proyek buta tuli terhadap aspirasi masyarakat desa. Ada beberapa temuan yang
mereka publiksasikan secara online (http://scribd.com/doc/44576107/Laporan-Studi-Riset-tentang-PNPM-oleh-INFID),
yakni:
- Partisipasi rakyat dalam program PNPM Mandiri sangat rendah ditandai dengan minimnya kehadiran warga dalam musyawarah-musyawarah desa untuk merencanakan dan melaksanakan program-program PNPM M.
- Program PNPM M mengikis modal social, seperti gotong royong dan menciptakan disharmonisasi di antara pelaku PNPM M dan antar masyarakat.
- Memperluas jaringan korupsi sampai ke tingkat desa.
- Lebih mementingkan selesainya proyek atau program dengan mengorbanka aspek pemberdayaan masyarakat.
.
Pandangan ini tentu saja harus diklarifikasi oleh pihak-pihak yang terkait di
wilayah-wilayah tempat berlangsungnya penelitian tersebut. Apakah temuan-temuan
itu benar-benar terjadi, atau hanya sekedar wacana publik untuk meningkatkan
prestasi program-program PNPM MP di masa-masa yang akan datang.
Di
Kabupaten Langkat sendiri ada masalah yang cukup berat, yakni penggelapan dana
PNPM MP 2011 di Kecamatan Babalan. Pelakunya adalah Agnes Wirdawati,
Fasilatator Kecamatan Babalan sejak tahun 2008 sampai dengan Maret 2011.
Diperkirakan Agnes Wirdawati ini telah mengkorupsi dana bergulir SPP di
Kecamatan Babalan sebanyak Rp. 187.000.000. Akibatnya anggaran PNPM MP 2011
untuk Kecamatan Babalan yang berjumlah Rp. 600 juta tidak dapat dicairkan dan semua
program fisik dan SPP untuk Kecamatan Babalan di tahun 2011 dihentikan sesuai
dengan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM MP yang telah ditetapkan.
Selanjutnya
para pelaku dan pemanfaat BLM PNPM MP 2011 di Kecamatan Babalan kesal karena
semua program, baik fisik maupun SPP, tidak dapat dilaksanakan. Dalam bahasa
Pendamping Lokal (Penlok) Kecamatan Babalan, Silayani, masyarakat Kecamatan
Babalan telah dikhianati oleh Konsultan yang dikontrak dari luar masyarakat.
Mereka mempertanyakan proses rekrutmen konsultan ini. Apalagi mereka sekali
lagi dikecewakan oleh lambannya kinerja Polres Langkat dalam menangani masalah
ini. Agnes Wirdawati dilaporkan ke Polres Langkat pada 2 Juni 2011 lalu. Beruntung,
Pemda Langkat bersedia menalangi 70% dari dana yang digelapkan Agnes Wirdawati
tersebut sebesar Rp. 80 juta. Diharapkan dalam waktu dekat ini, masih di bulan
Januari 2012, anggaran PNPM MP 2011 untuk kecamatan Babalan dapat dicairkan
sehingga nadi pembangunan di wilayah pedesaan bisa bergerak lagi.
Kasus
lainnya adalah Proyek pengadaan air bersih dengan pembangunan sumur bor yang
terletak di Kelurahan Bukit Jengkol, Kecamatan Pangkalan Susu, yang dibangun
oleh anggaran PNPM MP tahun 2007. Disebabkan oleh tidak adanya perawatan yang
cukup dari warga masyarakat pemakai sumur bor tersebut, sumur itu sekarang
dalam keadaan rusak dan terbengkalai. Setelah ditelusuri, warga pemanfaat sumur
bor tersebut bukanlah masyarakat umum, tetapi adalah para pekerja PT Pertamina.
Ini adalah contoh kasus oleh tidak adanya mekanisme perawatan oleh komunitas
untuk merawat hasil pembangunan dari dana PNPM MP 2007 tersebut.
Contoh
kasus lain adalah pembangunan MDA di Desa Pekan Selesasi, Kecamatan Selesai.
Sekolah yang dibangun dengan anggaran PNPM MP 2007 tersebut sejak 2010 lalu
sudah tidak digunakan lagi untuk belajar. Menurut keterangan UPK Kecamatan Selesai, Nurhayati, permasalahan
tersebut disebabkan oleh adanya konflik menejemen di antara para pengurus MDA
tersebut. Sampai buku ini diterbitkan, konflik tersebut belum dapat terselesaikan.
Untuk mengisi kekosongan, ruang-ruang gedung tersebut sekarang sering digunakan
sebagai lokasi pelatihan-pelatihan yang
diselenggarakan oleh UPK Kecamatan Selesai.
Namun,
di lokasi lainnya di Kabupaten Langkat, Program PNPM MP boleh dikatakan telah
mendapatkan respon yang sangat positif yang luas dari berbagai elemen
masyarakat. Berita-berita keberhasilan program tersebut biasanya tersebar dari
mulut ke mulut, di warung-warung kopi-kopi, ataupun kedai-kedai. Para pelaksana PNPM MP sendiri telah mencoba
menyebarluaskan keberhasilan program PNPM MP ini dengan cara menempelkan
pengumuman-pengumuman ataupun informasi-informasi lainnya di papan-papan
informasi di kantor-kantor desa dan Kecamatan.
Di
lingkup internal lainnya, Program PNPM MP 2011 di Kabupaten Langkat selama ini
telah mendapatkan ruang publikasinya pada buletin Rubelmas yang dikelola dan
diterbitkan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Rubelmas PNPM MP Kabupaten Langkat
dengan Syamsul Adha sebagai pemimpin redaksinya. Dalam rentang waktu 1 tahun,
sudah terbit 4 edisi Buletin Rubelmas.
Namun
seperti buletin yang lain, buletin ini hanya menampilkan berita-berita ringan
yang informatif berkaitan dengan program PNPM MP 2011 di Kabupaten Langkat.
Karena buletin ini dibuat oleh “Orang Dalam”, isinyapun lebih banyak
cerita-cerita keberhasilan program-program PNPM MP 2011 di Kabupaten Langkat.
Dokumen ini, selainnya bentuknya tipis, belum bisa menjadi rujukan-rujukan
(referensi) karya-karya ilmiah bagi pihak-pihak yang ingin mengadakan
kajian-kajian ilmiah tentang PNPM MP. Ada banyak hal lagi yang perlu diperbaiki
oleh buletin ini sebelum menjadi “kutipan-kutipan” calon sarjana ekonomi,
politik, dan studi-studi lainnya, khususnya studi pembangunan pedesaan.
Diharapkan
dengan diterbitkannya buku ini, diharapkan ini menjadi titik awal (starting
point) yang baik bagi program kajian-kajian pembangunan desa/kelurahan di
Kabupaten Langkat, khususnya, dan Propinsi umumnya. Dengan teknologi online
sekarang ini yang sedemikian canggih
ini, buku ini nantinya akan disimpan
juga di dunia maya, yakni internet. Sehingga nantinya, seluruh dunia mengakses
tentang program PNPM MP di Langkat dengan kajiannya yang independen dan kritis.
Buku ini juga bisa menjadi pembanding laporan hasil riset tentang PNPM yang
dilakukan oleh INFID di atas.
·
Metodologi
Penulisan
buku ini menggunakan metodologi Studi Kasus. Tentang studi kasus ini David
Sutton menulis sebagai berikut:
“Case studies
are in-debth studies of specific “units”. Units may be individuals,
organizations, events, programmes, or communities. Case studies are
distinguished from experiments in that they are not conducted in controlled
conditions and are not specifically designed for comparison. Case studies are
distinguished from surveys in that they are primarily designed to investigate
specific cases in debth”.
“Studi Kasus
adalah penelitian yang dalam terhadap sesuatu “unit”. Unit tersebut dapat
berupa seorang individu, organisasi, peristiwa, program, atau masyarakat. Studi
Kasus berbeda dengan percobaan karena tidak dijalankan dalam situasi yang
direkayasa dan tidak dimaksudkan untuk dibanding-bandingkan. Studi kasus
berbeda dengan survey karena terutama dirancang untuk meneliti kasus-kasus
tertentu secara mendalam”
Teknik pencarian data yang dilakukan
beberapa cara, yakni:
1.
Observasi
2.
Wawancara
3.
Internet
4.
Buku
5.
Buletin
·
Pemlihan Kasus
Kasus-kasus
yang akan diteliti dibagi ke dalam 3 wilayah investigasi, yakni:Langkat Hulu,
Langkat Hilir, dan Teluk Arud engan menyeimbangkan kajian profil, proyek SPP,
dan Proyek Fisik. Faktor rentang waktu yang sangat pendek dan anggaran yang
sangat sederhana yang diberikan kepada Tim Penulis turut menjadi pertimbangan
pemilihan kasus-kasus yang dinvestigasi.
Akhirnya
didapatkan keseimbangan sebagai berikut:
1.
Langkat Hulu:
·
Profil: Fasilitator Kecamatan Salapian (Dwi
Mayastuti, ST)
·
SPP: Kelompok SPP Damai, Desa Sei Limbat,
Kecamatan Selesai
·
Fisik: Proyek Pengerasan Jalan di Desa Sumber
Jaya, Kecamatan Serapit.
2.
Langkat Hilir:
·
SPP: Kelompok SPP Ar-Ridho, Desa Karang Gading,
Kecamatan Secanggang
·
Fisik: Proyek Pembuatan Sumur Bor, Desa Karang
Gading, Kecamatan Secanggang.
3.
Teluk Aru:
·
Profil: Ketua UPK Kecamatan Gebang ( Gunawan BA)
·
Profil: Fasilitator Teknik Kecamatan Pangkalan
Susu ( Riza Nirwana, ST.)
·
SPP: Kelompok SPP Desa Dogang, Kecamatan Gebang
·
Fisik: Pembangunan MDA Jami’atul Amaliyah, Dusun
Sijambu, Desa Sekoci, Kecamatan Besitang.
·
Kesulitan/Tantangan
1.
Kesulitan yang pertama adalah masalah waktu. Waktu yang
diberikan kepada Tim Penulis sekitar 20 hari (13-31 Januari 2012). Dengan luas
wilayah Langkat yang sedemikian luas, sangat sulit mendapatkan data dengan baik
dan cukup. Satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan bekerja
keras. Tim Penulis bekerja keras, berjibaku, tidak ada hari libur, dan
mengurangi waktu tidur untuk dapat menyelesaikan tulisan-tulisan yang
dibutuhkan buku ini.
2.
Walaupun tidak signifikan, anggaran dana yang diberikan
kepada Tim Penulis sangat kecil. Memakai perkataan Tahsin Tanjung, Fasilatator
Kabupaten PNPM MP Langkat 2011, Tim Penulis telah dapat menyesuaian diri dengan
model pembayaran dana PNPM MP. Seringkali para pelaku PNPM MP menngutip
bait-bait lagu “PADAMU NEGERI”
Bermodalkan lagu “PADAMU NEGERI” ini Tim Penulis berhasil menyelesaikan
naskah penulisan buku ini tepat waktu.
Ke depan diharapakan penulisan-penulisan
buku tentang progam-program PNPM MP Langkat dilaksanakan dengan memberikan
rentang waktu yang lebih luas kepada Tim Penulis dan anggaran yang lebih besar.
“Agar Lebih Berminyak”, begitulah kira-kira.

Keterangan Gambar: Salah seorang
Tim Penulis, Drs. Jamalludin Sitepu, M,A., sedang mewancarai Ketua UPK
Kecamatatan Besitang, Abdul Hamid, pada tanggal 18 Januari 2012 di Stabat.
BAB II.
Profil
Dwi
Mayastuti, ST
(Fasilitator
Kecamatan Salapan)
Oleh: Drs.
Jamalludin Sitepu, M.A.
Ketika penulis
dan Faskab Langkat, Pak Tahsin Tanjung, berdiskusi tentang profil siapa yang
akan diekspos dalam buku edisi pertama ini, Pak Tahsin Tanjung langsung
merekomendasikan nama Dwi Mayastuti, ST, Fasilitator Kecamatan Salapian.
Penulis tidak tahu apa pertimbangan Pak Tanjung (begitu panggilannya)
mereferensi nama tersebut. Tapi menurut beberapa orang FK lainnya yang penulis
temui dan mintai pendapatnya, Bu Dwi Mayastuti, ST adalah FK yang paling
berpengalaman di program PNPM MP Kabupaten Langkat ini. Alasan lain mungkin
adalah alasan pertimbangan gender. Karena dari 12 FK yang ada di Langkat, hanya
Bu Dwi Mayastuti, ST, satu-satunya yang wanita. Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan itulah akhirnya penulis memutuskan untuk menulis
profil Bu Dwi Mayastuti, ST.
Tak lama kemudian penulis mencari
keterangan tentang keberadaan Bu Dwi Mayastuiti, ST.
Eh…tak tahunya rumahnya dekat dengan rumah penulis di Desa Sekayang Barum
Kecamatan Selesai, yakni di Blok K4, Kompleks Perumahan Pabrik Kelapa Sawit,
Ladang Kapas, Kelurahan Pekan Selesai, Kabupaten Langkat. Akhirnya, dicapai
kesepakatan untuk mewancarai Bu Dwi Mayastuti, ST, pada tanggal 14 Januari 2011 di rumahnya.
Beliau ditemani anaknya yang masih kecil, Yoza, dan suaminya, Yudhi.
Berikut ringkasan hasil wawancaranya.
Ketika ditanya kapan mulai bekerja
sebagai FK PNPM MP Kecamatan Salapian, Bu Dwi (panggilan singkatnya) menyatakan
bahwa ia berperan sebagai FK Kecamatan Salapian sejak tahun 2008. Karirnya di
PNPM MP dirintisnya mulai dari bawah. Pada tahun 2007, Bu Dwi aktif sebagai
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) Desa Pekan Selesai. Kemudian pada
bulan November 2007, Bu Dwi diangkat menjadi Penlok Kecamatan Selesai.
Pada prinsipnya, kata lulusan Teknik
Industri Universitas Sumatera Utara ini, dia harus belajar dan terus belajar.
Pola pikir harus ke depan dan harus berani memulai, mencoba, Kalau ada peluang
untuk bekerja, ikut tes saja. Hasilnya tak usah terlalu dipikirkan. Buktinya
sekarang Bu Dwi berhasil melewati tes menjadi Fasilitator Kecamatan Salapian.
Menurut Bu Dwi pada tahun anggaran
2011, di Kecamatan Salapian tidak ada program SPP. Semuanya program fisik. Hal
ini disebabkab oleh terbatasnya dana, yakni hanya Rp. 600 juta. Pada tahun
anggaran 2012 dengan dana Rp. 1,1 milyar, Dwi akan mengusahakan akan adanya
dana SPP. Kerena setelah program PNPM MP berakhir pada tahun 2014, yang tinggal
hanyalah aset SPP. Sampai tahun 2011, di Kecamatan Salapian terdapat 51
kelompok SPP dengan jumlah aset sekitar Rp. 1,3 milyar.
“Ke depannya”, kata Bu Dwi yang
lahir di Ladang Kapas, pada 16 Juni 1981 ini” SPP bisa dipermanenkan dan
dikuatkan dalam bentuk Bank Kecamatan”.
Tentang kriteria miskin yang sangat
sering diperdebatkan orang, Bu Dwi mengatakan kondisi Kecamatan Salapian sangat
khas. Belum tentu orang yang rumahnya jelek dapat dikategorikan miskin.
“Apalagi masyarakat suku Karo’, katanya. “Bisa saja rumahnya tidak bagus, tapi
ladangnya lebar dan anak-anaknya berpendidikan perguruan tinggi semua”,
lanjutnya.
Karena itu, Bu Dwi menerapkan 3
kriteria miskin yang saling terkait, yakni:
·
Tak mampu menyekolahkan anak.
·
Pengangguran atau tidak bekerja
·
Disetujui dalam musyarah desa.
Setiap
pekerjaan ada tantangannya. Demikian juga yang dialami oleh Bu Dwi Mayastuti,
ST. Setidaknya ia mencatat 3 tantangannya dalam pekerjaannya, yakni:
1.
Pola pikir masyarakat yang berbeda-beda.
2.
Orang-orang yang mengaku wartawan dan LSM dan kemudian
minta uang rokok.
3.
Para pejabat terkadang
menyebutnya sebagai kurang koordinasi dengan mereka. Padahal Bu Dwi berpikir
bahwa ia telah melakukan cukup koordinasi dengan para pejabat terkait.
Tentang
prinsip gotong royong, memang Bu Dwi mengakui bahwa prinsip gotong royong kini
semakin menipis di kalangan masyarakat. Dan ia yakin bahwa terkikisnya prinsip
gotong royong salah satunya disebabkab oleh program-program PNPM MP. Tapi kalau
pembaca diajak berpikir lebih jauh lagi, jika tidak ada program PNPM MP apakah
nilai-nilai gotong royong tidak akan tergerus? Penulis berpendapat bahwa
turunnya nilai-nilai gotong royong bukan karena program PNPM MP, tapi karena
hal lain. Yaitu, karena sistem pembangunan nasional kita sangat kental dengan
budaya kapitalis. Tapi, sudahlah kok malah berdebat dengan Bu Dwi tentang
masalah ini.
Selama
bekerja sebagai FK di Salapian, program yang paling mengesankan adalah
pembuatan jembatan beton di Dusun Ngikil, Desa Pamah Tambunan. Dalam kondisi
jurang yang dalam dan bukit yang terjal, masyarakat harus bekerja keras dan berswadaya
untuk mengikis tebing pada proyek PNPM tahun 2011 ini.
Berikut
ini tabel proyek pembangunan fisik di Kecamatan Salapian yang dikerjakan pada
tahun 2011:
No
|
Lokasi/
Desa
|
Sarana
|
Anggaran
(RP)
|
1
|
Kel.Tjg.langkat
|
Rabat beton & Plat Deuker
|
42.251.000,-
|
2
|
Kel.Tjg.langkat
|
Rabat beton
|
32.082.000,-
|
3
|
Pamah Tambunan
|
Jembatan beton & Plat Deuker
|
110.110.000,-
|
4
|
Naman Jahe
|
Kamar Mandi & Cuci
|
25.214.000.-
|
5
|
Lau Tepu
|
Rabat Beton
|
135.466.000,-
|
6
|
Turangi
|
Leaning Parit
|
130.415.000,-
|
7
|
Ponco Warno
|
Leaning Parit
|
124.462.000,-
|
|
|
|
600.000.000,-
|
Terakhir
dalam visinya menyambut anggaran PNPM MP 2012 di Kecamatan Salapian yang
berjumlah Rp. 1,1 milyar, Bu Dwi mengatakan bahwa kondisi sekarang dimana
masyarakat sangat tergantung kepada konsultan adalah tidak baik. Ke depannya,
konsultan tak perlu berperan aktif. Biarkan saja masyarakat yang menjalankan
peran-peran pemberdayaan itu: yakni peran-peran membuat masyarakat mandiri,
tidak tergantung kepada pihak manapun. Kapan ya Bu bisa demikian?

Keterangan
Gambar: Bu Dwi Mayastuti sedang memfasilitasi sebuah pelatihan TPK di Kecamatan
Salapian pada 14 Juni 2011.
.
BAB III
Studi Kasus
Kelompok Simpan Pinjam (SPP) Damai,
Sei Limbat, Kecamatan Selesai.
Oleh:
Drs. Jamalludin Sitepu, M.A.
Pendahuluan
Ketika mendengar nama desa Sei
Limbat, ingatan banyak orang, termasuk penulis, akan tertuju kepada nama H. Ngogesa Sitepu, SH,
sebagai Bupati Langkat periode 1999-2014. Karena Bapak Ngogesa Sitepu bertempat
tinggal di Lingkungan I Desa Sei Limbat, Kecamatan Selesai. Sebelum Bapak H.
Ngogesa Sitepu, SH, menjadi Bupati Langkat 1999-2014, nama desa Sei Limbat
hampir tak pernah terdengar.
Bahkan
pada masa lalu nama Desa Sei Limbat terkesan angker bagi para pendatang dari
luar. “Bisa masuk, gak bisa keluar”, begitulah pameo tentang Sungai Limbat yang
sempat dipopulerkan para pemuda dari luar desa yang hendak mencari jodoh
gadis-gadis yang bertempat tinggal di Sei Limbat. Setelah H. Ngogesa Sitepu,
SH, menjadi Bupati Langkat, Desa Sei Limbat berubah drastis. Jalan-jalan yang
dulu sunyi dan berdebu, kini beraspal dan asri. Semuanya berkat upaya pribadi Bapak
H. Ngogesa Sitepu, SH, membangun desanya dengan menggunakan uang pribadi.;
suatu hal yang kini menjadi kebiasaan beliau dan jangkauan pembangunan desa
dengan uang pribadi telah menjadi “trade mark” bagi Bapak H. Ngogesa Sitepu,
S.H.
Desa
Sei Limbat sendiri berpenduduk 6.885 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK)
1.679. Jumlah Rumah Tangga Miskin 487 KK. Luas wilayahnya diperkirakan mencapai
1.115 Hektar. Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Mancang, sebelah Selatan
dan Barat berbatas dengan Kelurahan Pekan Selesai. Di sebelah Timur berbatas
dengan Desa Suka Maju (Kotamadya Binjai). Pencaharian warganya adalah pembuat
gula merah, kolang kaling, atap rumbia, buruh pabrik, dan peternak. Ketua
Asosoasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Langkat
pun dijabat oleh Kepala Desa Sei Limbat,
Samsul Bahri.
Kelompok
SPP Damai, Sei Limbat
Ketika
sedang dalam tahap pemilihan kelompok SPP mana yang dapat dijadikan referensi
kelompok SPP terbaik di wilayah Langkat Hulu, Fasilitator Kabupaten PNPM MP
Kabupaten Langkat, Tahsin Tanjung, menunjuk kelompok SPP Damai yang terletak di
Desa Sei Limbat, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat. “Kenapa Pak?’ , tanya
penulis kepada Pak Tahsin Tanjung. “Karena kelompok SPP Damai ini dapat
menghasilkan produk-produk hasil pekerjaan rumah tangga para anggotanya.
“Hasil yang sangat menonjol adalah
produk gula merah dari air nira yang berkualitas bagus”, kata Pak Tahsin
Tanjung. Tetapi, seperti yang dinyatakan oleh Ketua TPK Desa Sei Limbat, Ilyas,
sesungguhnya produk-produk yang dihasilkan oleh kelompok SPP Damai ini beragam,
mulai dari gula merah, asam potong, krupuk, border kain dan atap rumbia. “Kalau
UPK Kecamatan Selesai menyetujui proposal kami untuk mendapatkan dana pinjaman
Rp. 60 juta, maka akan ada anggota kami yang akan membudidayakan burung puyuh
di sini”, kata Ketua Kelompok SPP Damai, Ibu Nurjanah. Pada program PNPM MP
2011 kelompok SPP Damai mendapatkan dana pinjaman sebesar Rp. 40 juta dengan 25
orang anggota.
Sama dengan yang dinyatakan oleh Ketua UPK PNPM Kecamatan
Selesai, Nurhayati, kepada penulis, dari 36 kelompok Simpan Pinjam Perempuan
(SPP) yang masih aktif di Kecamatan Selesai, kelompok SPP yang terbaik di tahun
2011 adalah kelompok SPP Damai yang berlokasi di dusun II, Desa Sei Limbat, Kecamatan
Selesai. Berbekal nomor telepon Ketua SPP Damai, Nurjanah, 085373714749,
penulis menghubungi Ibu Nurjanah dan meminta waktu untuk mengadakan wawancara.
Kesepakatanpun dibuat untuk bertemu di rumah Ibu Nurjanah di Gang Keluarga,
Dusun II, Sei Limbat, Selesai, pada hari Selasa pagi, 27 Desember 2011.
Setelah bertanya sana sini, akhirnya ada 2 orang anak-anak
laki-laki seusia SD menunjukkan jalan ke rumah Ibu Nurjanah. Sepertinya, nama
dan sosok Ibu Nurjanah sudah cukup terkenal di lingkungannya. Tak lama
kemudian, penulispun sampai ke rumah Ibu Nurjanah, karena jalan ke rumah inipun
sudah diaspal oleh Pemerintah Kabupaten Langkat.
Di rumahnya yang bisa dibilang
sederhana, ada sebuah kedai sampah di sisi kirinya. Nampaknya Ibu Nurjanah
sedang merenovasi kedainya. Ada
2 orang pekerja yang mengerjakan renovasi tersebut. Keempat anaknya, 2 putra
dan 2 putri, juga ada di rumah.
Setelah bertemu, Ibu Nurjanah
menceritakan bahwa kelompok SPP Damai memiliki 25 anggota. Untuk menjadi
anggota kelompok SPP Damai ini, para anggota harus membayar uang jaminan
anggota Rp. 100.000/orang dan uang kas Rp. 5.000/orang/bulan. Dengan modal
dasar ini Ibu Nurjanah mengelola Kelompok SPP Damai ini.
Menurut Ibu Nurjanah, Kelompok SPP
Damai ini didirikan pada tahun 2008. Tapi baru pada tahun 2009 kelompok SPP
Damai ini mendapat pinjaman Rp. 20.000.000 dari UPK PNPM MP Kecamatan Selesai.
Dan pada tahun 2011, kelompok SPP Damai ini mendapatkan pinjaman Rp.
40.000.000. Untuk tahun 2012, kelompok SPP Damai telah menyiapkan proposal
pinjaman sebesar Rp. 60.000.000. Dengan catatan prestasi yang baik, Ibu
Nurjanah yakin proposal mereka akan diterima oleh UPK PNPM MP Kecamatan
Selesai. Kegiatan usaha tambahanpun telah direncanakan yakni budidaya telur
burung puyuh.
“Pinjaman modal dari PNPM MP ini
telah banyak membantu masyarakat sekitar ini meningkatkan perekonomian kami”,
kata Ibu Nurjanah kepada penulis. Memang banyak warga-warga lain yang
berkeinginan menjadi anggota kelompok SPP Damai ini dan mendapat pinjaman modal
dari program PNPM MP ini, kata Ibu Nurjanah. “Tapi saya harus selektif memilih
anggota baru”, katanya. Karena untuk merekrut anggota baru adalah sulit.
Faktor-faktor latar belakang anggota, jenis usaha, dan kemampuan mengembalikan
pinjaman modal menjadi ukuran. Selesai.
Tinjauan
Kritis
- Kelebihan Program SPP
Menurut Ketua TPK Desa Sei Limbat, Ilyas, dan beberapa anggota Kelompok
SPP Damai, program SPP memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan meminjam
dana usaha ke bank. “Di SPP, warga tak
usah repot-repot mengurus pinjaman ke Bank dengan mengeluarkan berbagai jenis surat dan memberikan
agunan. Kita, warga masyarakat cukup memberikan fotokopi KTP, dan mendapatkan
rekomendasi dari Kepala Desa Sei Limbat.” Yang penting usulan mereka didukung
oleh Musyawarah Desa.
- Partisipasi Kelompok Rumah Tangga Miskin (RTM)
Menurut Ketua TPK Desa Sei Limbat, Ilyas, dalam program SPP ini, yang
mendapatkan dana pinjaman adalah orang miskin yang mau berusaha. “Banyak juga
orang miskin yang tak mau berusaha dan mampu mengembalikan pinjaman mereka. Kriteria
miskin di setiap daerah bisa berbeda. Jadi pemilihan aggota SPP Damai
benar-benar selektif. Di tingkat operasional kelompok-kelompok RTM ini
dinamakan orang-orang yang berkehidupan sederhana. Ketua Kelompok SPP Damai
sendiri. Ibu Nurjanah, adalah istri seorang anggota Tentara Nasional Indonesia
(TNI) yang dinas di Koramil 02 Selesai. Walaupun suaminya adalah seorang
tentara, kehidupan rumah tangga Ibu Nurjanah sangat sederhana. Beliau sendiri
harus menghidupi 4 anaknya dengan gaji seorang tentara yang kecil.
- Faktor Kepemimpinan
Faktor Kepemimpinan Ibu Nurjanah adalah yang terpenting dalam
keberhasilan kelompok SPP Damai ini. Menurut Ketua TPK Desa Sei Limbat, sosok
Ibu Nurjanah yang tegas dan cerewet membuat anggota-anggotanya takut berbuat
nakal untuk tidak menunggak pembayaran pinjaman. Pada hari-hari mendekati batas
akhir pembayaran pinjaman, Ibu Nurjanah keliling untuk mengutip angsuran
mereka.
- Perluanya Training Pembukuan
Ketika penulis memberitakan kepada Ketua UPK Kecamatan Selesai,
Nurhayati, S.Pd.I , bahwa kelompok SPP Damai dinyatakan sebagai kelompok SPP
terbaik di wilayah Langkat Hulu, Nurhayati tersenyum saja. “Apa gak ada yang
dari Kecamatan lain, Bang”’ kata Nurhayati kepada penulis. “Soalnya”, terus
Nurhayati S.Pd.I, “kelompok Damai selama ini memang lancar dalam pembayaran
angsurannya. Tetapi pembukuannya masih sangat amburadul.” Tapi seperti yang
dinyatakan oleh Faskab Langkat, Tahsin Tanjung’ jangan sampai rumitnya
pembukuan yang harus dikerjakan masyarakat itu mengaburkan arti tujuan
pemberdayaan yang sebenarnya.
Rekomendasi
1.
Perlunya pelatihan-pelatihan lebih lanjut kepada kelompok-kelompok SPP ini,
terutama dalam pembukuan dan inovasi produk-produk hasil karya masyarakat.
2. Penambahan dana pinjaman kepada
Kelompok SPP Damai ini harus diperbesar mengingat besarnya jumlah anggota
Kelompok SPP Damai, yakni 25 orang. Pinjaman yang terlalu kecil tidak akan
dapat mendongkrak usaha warga. Menurut anggota kelompok SPP Damai, angka Rp. 3
juta adalah angka yang signifikan untuk membuat usaha bagi seorang ibu
rumahtangga.
FOTO-FOTO
DOKUMENTASI
KELOMPOK
SPP DAMAI, DESA SEI LIMBAT, KECAMATAN SELESAI
Gambar
I

Keterangan Gambar I: Ketua SPP
Damai, Sei Limbat, Selesai, dengan salah seorang anggotanya yang beruaha
membuat gula merah dari air nira. “Jangan lupa bayar cicilan tepat waktu ya
Bu!, kata Bu Nurjanah kepada anggotanya ini.
Gambar
2

Keterangan Gambar 2: Bu Nurjanah,
Ketua Kelompok SPP Damai, Sei Limbat, Selesai, dikenal tegas dan cerewet oleh
anggotanya. “Biar gak ada anggota yang nunggak membayar cicilan pinjaman ya
Bu!”. Bu Nurjanah sedang di depan warung kecil sebelah rumahnya di Lingkungan
I, Desa Sei Limbat, Selesai.
Gambar 3

Keterangan
Gambar 3: Bu Asmah, anggota Kelompok SPP Damai, Sei Limbat,Kecamatan Selesai,
sedang membuat atap dari daun rumbia. Bu Asmah beharap dana SPP PNPM MP 2012
cepat keluar dan akan untuk modal membeli daun rumbia lebih banyak.
Gambar 4

Keterangan
Gambar: Salah seorang anggota Kelompok SPP Damai, Sei Limbat, Selesai, Sedang
menjemur asam potong usahanya. “Biar kena terik panasnya cahaya matahari, yang
penting bisnis lancer. Ya khan Bu?”.
BAB IV
Studi Kasus
Pengerasan Jalan di Desa Sumber Jaya, Kecamatan Serapit
Oleh: Drs.
Jamalludin Sitepu, M,A,
I. Pendahuluan
Pada
awalnya, ketika tim penulis sedang mencari-cari tempat yang cocok untuk
dijadikan sebagai obyek studi kasus pembangunan fisik untuk wilayah Langkat
Hulu, Kecamatan Serapit tidak masuk dalam hitungan. Pasalnya, kecamatan Serapit
adalah sebuah kecamatan baru yang terbentuk dari wilayah-wilayah desa dari 3
kecamatan, yakni kecamatan Kuala, Salapian, dan Bohorok. Letaknyapun jauh dari
Kota Stabat. Kantor Camatnya belum permanen dan masih mengontrak sebuah rumah
di Desa Siderejo.
Tapi
kemudian muncul pemikiran bahwa kenapa tidak Kecamatan Serapit saja yang
dijadikan obyek penelitian proyek fisik PNPM MP 2011 di Kabupaten Langkat.
Lokasi yang jauh dari ibukota Kabupaten Langkat dan sulit dijangkau bisa
menyajikan sebuah hasil penetlitian yang menarik. Penelitian yang lokasinya
dekat mungkin tidak terlalu melelahkan. Tapi hasilnya mungkin mudah ditebak
karena media massa
dan masyarakatnya yang sudah maju dapat bertukar informasi dengan mudah dengan
dunia luar.
Sebagai
informasi umum, Desa Sumber Jaya memiliki luas wilayah 2.117 Hektar. Jumlah
penduduknya 1.823 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 586. Jumlah jiwa yang
dikategorikan miskin adalah 889 jiwa. Di sebelah Utara, Desa ini berbatasan
dengan Perkebunan Amal Tani, sebelah Selatan dan Timur berbatas dengan Sei
Begerpang, dan sebelah Barat berbatas dengan Sei Musam. Kepala Desanya bernama
Khairul Umri.
Desa
ini termasuk dalam kategori desa terpencil karena letaknya yang jauh dari pusat
keramaian Kecamatan Serapit. Jalannya pun masih berbatu-batu dan terbilang
sunyi. Tidak direkomenasikan berpergian sendiri ke desa ini. Jika pembaca
adalah orang baru yang baru pertama berpergian ke Desa Sumber Jaya, kesasar
adalah hal umum. Tapi hal ini bisa diatasi dengan teknik “Malu bertanya, sesat
di jalan.”.
Temuan-temuan di Sumber Jaya
Langkah
pertama yang penulis lakukan adalah mencari informasi dari pelaku-pelaku PNPM
MP 2011 Kecamatan Serapit, yakni Fasilitator Kecamatan Riswan Ginting,
Fasilitator Teknik Rysda Munthe, dan Ketua UPK Helmy Aswan Daniel. Penulis mewancarai
keduanya di Kantor UPK PNPM MP Kecamatan Serapit di sebelah kantor Desa Gunung
Tinggi pada tanggal 18 Januari 2012.
Informasi
yang paling awal didapatkan dari FK Riswan Ginting. Menurut keterangan Riswan
Ginting, pada tahun 2011, anggaran PNPM MP untuk Kecamatan Serapit dianggarkan
sebesar Rp. 2 milyar. Rp. 280 juta diantaranya dialokasikan sebagai Bantuan
Langsung Masyarakat kepada kelompok SPP. Dengan jumlah kelompok SPP 75, total
asset SPP sampai dengan tahun 2011 berjumlah Rp. 919 juta. Desa yang paling
banyak kelompok SPP nya adalah Desa Gunung Tinggi dengan 13 kelompok SPP. Hal
ini dimungkinkan karena Desa Gunung Tinggi adalah terhitung desa yang paling
maju di Kecamatan Serapit. Letaknyapun di jalan lintas menuju daerah wisata
Bukit Lawang.
Sisa
anggaran dari Rp. 2 milyar tersebut, yakni Rp. 1,720.000.000 dialokasikan ke
pembangunan fisik . 18 proposal dari 10 desa masuk ke meja UPK Kecamatan
Serapit. Setelah diverifikasi oleh satu tim yang beranggotakan 5 orang, yakni 1
orang dari Dinas Pekerjaan Umum, 1 orang dari Penanggungjawab Operasional
Kegiatan (PJOK), 1 orang dari bidang
Irigasi, dan 2 orang tokoh masyarakat, akhirnya 7 desa lolos verifikasi dan
memeperoleh Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) berupa proyek fisik. Rinciannya
adalah sebagai berikut:
NO
|
LOKASI
DESA
|
JENIS
PROYEK
|
ANGGARAN
(RP)
|
1
|
T.Keriahan
|
Sirtu, Plat
Deuker, Tembok Penahan Tanah
|
203.097.000
|
2
|
Aman Damai
|
Parit Beton,
Plat Deuker
|
269.597.000
|
3
|
Suka Pulung
|
Parit Beton
|
188.615.000
|
4
|
Sebertung
|
Parit Beton,
Gorong-gorong
|
241.292.000
|
5
|
Gunung Tinggi
|
Parit Beton,
Gorong-gorong
|
204.593.000
|
6
|
Pulau Semikat
|
Parit Beton,
Gorong-gorong
|
230.193.000
|
7
|
Sumber Jaya
|
Sirtu, Plat
Deuker, Gorong-gorong
|
262.713.000
|
|
|
Total
|
1.720.000.000
|
Dari
7 desa di atas yang terletak di Kecamatan Serapit, FK Serapit, Riswan Ginting
mengatakan bahwa proyek yang terbaik adalah yang dilaksanakan di Desa Sumber
Jaya, yakni pengerasan jalan yang melebihi dari Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Proyek pengerasan jalan yang pada awalnya ditargetkan sepanjang 2.000 M, di
lapangan pengerasan jalan dilaksanakan sepanjang 2.200 M.
Menurut
FT Rysda Munthe dan Ketua TPK Sumber Jaya Sugimin kepada penulis, kelebihan
volume pekerjaan itu dimungkinkan terjadi karena 2 hal, yakni:
1.
Kelebihan atau sisa uang harga lelang dimanfaatkan
untuk membeli bahan sirtu baru.
2.
Pembelian dalam jumlah besar dengan bekerjasama dengan dusun-dusun
lainnya yang mengerjakan proyek secara bersamaan menurunkan harga material.
Misalnya dalam partai kecil, harga sirtu Rp. 686.000/truk. Dalam partai besar
harga sirtu bisa menjadi Rp. 500.000/truk.
3.
Adanya partisipasi dari warga masyarakat dengan
melakansanakan gotong royong untuk memperbanyak volume pekerjaan hingga
panjangnya mencapai 200 M.
Tinjauan Kritis
1.
Tidak ada Kompromi Kompetensi Teknis
Menurut
FT Rysda Munthe, pekerjaan pengerasan jalan, pembuatan parit beton, TPT, dan
Plat Deuker, tidak memerlukan tingkat keahlian khusus yang sangat tinggi.
Biasanya, TPK mengontrak 1 atau 2 orang tenaga ahli yang mereka sebut “Kepala
Tukang”. Pekerja lainnya diambil dari
daftar warga yang termasuk dalam kategori keluarga miskin
2.
Keterlibatan Kelompok Rumah Tangga Miskin
Menurut
FK Riswan Ginting, kelompok Rumah Tangga Miskin dilibatkan dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan proyek-proyek fisik ini. Untuk kasus pembangunan
proyek fisik di Desa Sumber Jaya, hampir semua pekerja adalah termasuk dalam
kategori miskin, kecuali Kepala Tukang yang memiliki keahlian khusus.
3.
Definisi Miskin berbeda-beda menurut Desa
Menurut
FK Riswan Ginting, definisi miskin berbeda-beda dari desa-desa yang ada di
Kecamatan Serapit. Sebagai contoh, indikator miskin di Desa Gunung Tinggi tidak
dapat digunakan sebagai indikator miskin
di Desa Sumber Jaya. Karena di Desa Gunung Tinggi, warga yang memiliki sepeda motor
diaggap masyarakat masih miskin karena banyak warga desa Gunung Tinggi yang
memiliki mobil. Indikator miskin yang dipakai UPK dalah dengan melihat
pendapatan warga sehari-hari, yakni dibawah Rp. 700.000/bulan. “Yang lebih
penting lagi”, kata Riswan Ginting” indikator miskin itu dimusyawarahkan oleh
warga dan diambil kesepakatannya”.
4.
Konflik karena kompetisi proyek
Menurut
FK Riswan Ginting, model perankingan atau kompetisi antar desa untuk
memperebutkan proyek-proyek PNPM MP selama ini memang cukup tajam dan tak
jarang menimbulkan konflik antar desa. Apalagi sistem perankingannya
menggunakan model lobi. “Bahkan ada yang berpura-pura menangis agar desanya
diberi proyek fisik PNPM MP. Dan itu berhasil diawal-awal PNPM MP di tahun 2008. Tapi kesininya, tim-tim pelobi
dari desa yang menggunakan teknik “air mata buaya” ini tak lagi bisa
mempengaruhi tim lobi dari desa lain dalam Musyawarah Antar Desa (MAD 2).
5.
Perawatan
Seperti
yang dinyatakan oleh Ketua TPK Desa Sumber Jaya, Sugimin, dalam perawatan jalan
yang telah dikeraskan, warga masyarakat tidak lagi direpotkan. Pasalnya telah
disepakati oleh warga bahwa perawatan jalan akan dibiayai oleh hasil iuran
warga sebanyak Rp. 150/ kg getah karet dan Rp. 15/ kg kelapa sawit.
6.
Transparansi Informasi PMPM MP
Menurut
Ketua UPK Kecamatan Serapit, Helmy Aswan Daniel, pelaksanaan program PNPM MP
2011 telah dilakanakan secara transparan, bahkan sejak tahun 2009 dia menjabat
posisi situ. Informasi program-program PNPM MP disebarkan secara meluas lewat
papan-papan informasi di kantor desa, kantor Camat, dan tempat-tempat strategis
lainnya.
7.
Adanya kelompiok-kelompok Sinis dan Apatis
Menurut
FT Rysda Munthe, adanya orang-orang yang mengaku-ngaku sebagai wartawan atau
pengurus-pengurus LSM menganggu pekerjaan warga. Umumnya mereka
mempermasalahkan yang bukan masalah. Misalnya, kedalaman parit beton yang di
RAB 50 cm dipermasalahkan ketika di lapangan dibangun dengan kedalaman 70 cm.
Atau dipermasalahkan dengan pertanyaan “kenapa tidak sesuai gambar?”. Padahal
kedalaman yang lebih itu diperlukan untuk mengalirkan air, atau disesuaikan
dengan kondisi tanah yang ada. Ukuran 50 cm di RAB adalah ukuran rata-rata.
8.
Aparat Desa yang tidak mendukung
Khsusus
untuk kasus di Desa Sumber Jaya, penulis melihat adanya kekurangseriusan Pemerintahan
Desa untuk mensukseskan program-progran PNPM MP ini. Kantor Desa yang kumuh dan
kotor, Kepala Desa dan para Kaurnya yang tak pernah bekerja di kantor desa
selama bertahun-tahun memperkuat
hipotesis ini. “Kalau kita memberikan kririk kepada Pemerintahan Desa, maka
urusan-urusan kita akan dipersulit oleh Aparat Desa”, kata beberapa warga
kepada Penulis.
Terbengkalainya
Polindes yang dibangun dengan proyek PNPM MP 2010 adalah contoh lain. Menurut
Ketua TPK Desa Sumber Jaya, Sugimin, Bidan Desa tidak mau menempati polides itu
karena masalah pribadi. Tapi laporannya ke atas, polindes itu ditempati, karena
kuncinya di bawa si bidan desa dimaksud.
9.
Program PNPM MP Pasca 2014
FK
Riswan khawatir, pasca 2014, proyek-proyek PNPM MP ini, khususya SPP akan runtuh.
Pasalnya selama ini kelompok-kelompok SPP di Kecamatan Serapit telah bekerja
dengan baik dengan sistim tanggungrentengnya. Masyarakat pengusaha kecil di
Kecamatan Serapit telah merasakan nikmatnya pinjaman modal dari PNPM MP. Produk
unggulannya adalah susu kedelai yang ada di desa Aman Damai. Untuk itu
pemberdayaan UPK sangat penting untuk merawat hasil-hasil proyek PNPM MP ini.
Gambar 1

Keterangan
Gambar 1: Satu-satunya alat penyeberangan yang dimiliki warga Desa Sumber Jaya,
Kecamatan Serapit, untuk menyeberangi Sungai Wampu. “Rp. 2.000 Pak”, kata anak
muda penjaga getek penyeberangan kepada penulis ketika ditanya berapa biaya
penyeberangan untuk 1 orang dan 1 sepedar motor.
Gambar 2

Keterangan
Gambar 2: Kantor Kepala Desa Sumber Jaya, Kecamatan Serapit, yang tak ditempati
oleh Kepala Desa dan para Kaur Desa. Menurut penduduk sekitar, kondisi kantor
yang demikian sudah berlangsung lebih dari 10 tahun.
Gambar 3

Keterangan
Gambar 3: Ketua TPK Desa Sumber Jaya, Kecamatan Serapit, Sugimin, dengan bangga
berdiri disamping prasasti pengeraan jalan yang melebihi target di Dusun Aman
Jaya.
Gambar 4

Keterangan
Gambar 4: Prasati kelompok SPP di Dusun Aman Jaya, Desa Sumber Jaya, Kecamatan
Serapitpun berdiri dengan megahnya.
Gambar 5

Keteangan
Gambar 5: Kondisi Polindes, di dusun Bukit Rata, Desa Sumber Jaya, Kecamatan
Serampit, yang dibangun dari anggaran PNPM MP 2010, tidak dipakai alias
terbengkalai. Gambar diambil pada tanggal 19 Januari 2011 oleh Drs. Jamalludin
Sitepu, M.A.
BAB V
Profil
Gunawan BA
Ketua Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM MP
Kecamatan Gebang
Oleh: Drs.
Jamalludin Sitepu, M.A.
“Mungkin
karena tuanya saya menang”, jawabnya dengan rendah hati kepada penulis pada
tanggal 15 Januari 2012 di kantor UPK Kecamatan Gebang ketika ditanya kenapa
beliau berhasil menjadi Ketua UPK terbaik se-Kabupaten Langkat pada Program
PNPM MP 2011 kemarin. Tetapi penulis berpikir bukan itu alasannya. Pasti Tim
Penilai Pelaku PNPM MP 2011 Kabupaten Langkat punya alasan yang kuat untuk
memilih Pak Gunawan BA ini sebagai Ketua UPK terbaik se-Kabupaten Langkat. Berdasarkan
alasan itulah penulis terus berusaha menjumpai tokoh masyarakat kecamatan
Gebang yang tinggal di Dusun IV, Desa Paluh Manis, Kecamatan Gebang ini.
Setelah
mencocokkan jadwal masing-masing akhirnya disepakati untuk mengadakan wawancara
di Kantor UPK Kecamatan Gebang, di Dusun III, Desa Paluh Manis..Ada beberapa pertanyaan
yang penulis ajukan untuk pria berkaca mata yang memiliki 1 istri dan 4 anak
ini. Berikut hasil wawancaranya.
Berkaitan
dengan kelompok SPP, lulusan Sarjana Muda Fakultas Tarbiyah 2003 di Universitas
Ar Raniry, Banda Aceh ini, mengatakan bahwa program SPP sangat bermanfaat bagi
kelompok rumah tangga miskin. Tapi harus diwaspadai masih adanya pandangan-pandangan
yang keliru di masyarakat bahwa uang
pemerintah tak perlu dikembalikan dan bisa dipergunakan sesuka hati. Oleh
karenanya pemberlakuan sistem tanggung renteng sangat diperlukan dan telah
terbukti efektif. Untuk itu pemilihan kelompok masyarakat miskin yang akan
diberi pinjaman SPP juga harus selektif. Mereka yang terpilih adalah mereka
yang miskin dan mau berusaha, dan yang yang mau berusaha tapi kurang modal.
Dari
11 desa dan kelurahan yang ada di Kecamatan Gebang, 1 desa, yakni Desa Kwala
Gebang tidak mengusulkan untuk memperoleh SPP. Alasannya kerena Kepala Desa
takut warganya tak bisa membayar angsuran dan akibatnya desa akan terkena
hukuman tidak memperoleh Bantuan Masyarakat Langsung lainnya dalam bentuk
fisik. Tapi menurut Pak Gunawan yang juga menjabat sebagai Ketua LPMD Desa
Paluh Manis ini, sebenarnya itu karena Kepala Desanya malas saja mengurus
rakyatnya.
Terkait
dengan kelompok masyarakat miskin, Pak Gunawan mengatakan bahwa di Kecamatan
Gebang jumlah kelompok masyarakat miskin termasuk sangat besar. Itu karena 4
desa terletak di kawasan pesisir, yakni di desa Kwala Gebang, Sanggalima, Pasar
Rawa, dan Dogang. Mungkin karena itu di tahun 2011 lalu, Kecamatan Gebang
memperoleh BLM Rp. 3 milyar.
Dari
dana Rp. 3 milyar tersebut, Rp. 380 juta dialokasikan untuk 28 kelompok SPP.
Sampai saat ini di Kecamatan Gebang sudah ada 76 kelompok SPP dengan
produk-produk mereka yang beragam, yang dibahas dalam tulisan lain di buku ini
oleh Eli Maksum, S.Pd.I. Sedangkan untuk program fisik, daftarnya ada di bawah
ini:
NO.
|
LOKASI/DESA
|
JENIS PROYEK
|
ANGGARAN (RP)
|
1
|
Paluh Manis
|
Jalan, TPT,
Plat Deuker
|
240.179.000
|
2
|
Padang Langkat
|
Jalan
|
251.800.000
|
3
|
Air Hitam
|
Jalan
|
242.300.000
|
4
|
Kwala Gebang
|
TPT
|
244.756.000
|
5
|
Pasiran
|
TPT
|
227.158.000
|
6
|
Sanggalima
|
MDA
|
231.541.000
|
7
|
Bukit
Mengkirai
|
TPT
|
249.458.000
|
8
|
Dogang
|
TPT
|
230.879.000
|
9
|
Paya Bengkuang
|
Jalan, Plat
Deuker
|
238.093.000
|
10
|
Pasar Rawa
|
Jalan, Rabat beton
|
253.637.000
|
11
|
Pekan Gebang
|
Parit Beton
|
210.199.000
|
|
|
Total
|
2.620.000.000
|
Menurut
Pak Gunawan, yang juga Sekretaris LSM Forum Peduli Masyarakat Langkat,
transparansi anggaran PNPM MP 2011 partisipasi publik di Kecamatan Gebang
mendapatkan prioritas yang penting darinya. Penggunaan papan-papan informasi di
kantor desa, kantor camat, dan tempat-tempat strategis sangat penting. Yang
lebih tinggi lagi tingkat transparansinya adalah musyawarah desa, dimana setiap
dusun harus mengirimkan wakilnya 5 orang.
“Ketika
proyek 40% perkembangannya, diadakan musyawarah desa pertanggungjawaban. Ketika
80% perkembangannya, diadakan juga musyawarah pertanggungjawaban. Ketika 100%
juga diadakan musyawarah serah terima”, kata Pak Gunawan.
Makanya
Pak Gunawan heran juga dengan masih adanya oknum-oknum wartawan dan LSM yang
masih berpendapat kalau yang namanya proyek pasti korup, termasuk proyek-proyek
PNPM MP. Menyinggung adanya kelompok-kelompok oposisi dan sinis di masyarakat,
Pak Gunawan mengatakan bahwa di setiap masyarakat kelompok orang yang seperti
itu pasti ada. “Namun tak usah dipikirkan kali”, katanya. “Yang penting kita
bekerja sesuai dengan Petunjuk Teknis Operasional (PTO)”, sambungnya.
Tentang
kompetensi pekerja proyek fisik di Kecamatan Gebang, Pak Gunawan berpendapat
bahwa itu tak ada masalah. Tukang-tukang yang ada di desa-desa di Kecamatan
Gebang ini mampu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan fisik PNPM MP 2011. Apalagi
sekarang sudah dilatih kader-kader teknik. Dengan ini diharapkan para kader
teknik nantinya bisa membuat Rencana Anggaran Biaya, sehingga dikemudian hari
tidak perlu menyewa atau mengontrak orang dari luar lagi.
Selama Pak Gunawan menjadi Ketua UPK Gebang
sejak tahun 2009, pengalaman yang paling mengesankan adalah ketika pengerjaan
proyek fisik pembangunan MDA di Desa Padang Langkat di tahun 2010. Pasalnya
pembangunan MDA tersebut melebihi dari RAB yang telah ditentukan, yakni sebagai
berikut:
·
Lantai Keramik
·
Atap multi roof
·
Gotong royong warga.
Sebagian dananya
diambil dari kelebihan harga lelang dan partisipasi masyarakat Padang Langkat.
“Masih
kerasan Pak Gun menjadi Ketua UPK Kecamatan Gebang?”, tanya penulis kepada Pak
Gunawan. Pak Gunawan mengatakan itu terserah orang yang menilai. Baginya yang
penting adalah bekerja dengan penuh tanggungjawab dan menikmatinya.
Menikmatinya?
Ya. Karena bagi Pak Gunawan, menjadi ketua UPK Kecamatan Gebang menyenangkan.
Walaupun gajinya relatif kecil jika dibandingkan para konsultan yang dikontrak
dari luar Kecamatan Gebang,
ia bisa berbaur dengan
masyarakat. Yang paling terpenting adalah bisa membangun desa orang lain. Ya
Pak Gunawan!. Rupanya Pak Gunawan juga pengikut Nabi Muhammad SAW, yang pernah
menyatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.
Lanjutkan Pak Gunawan!!!
Gambar 1

Keterangan
Gambar 1: Ketua UPK Kecamatan Gebang, Gunawan, B.A. sedang berfose di depan
Kantar UPK Kecamatan Gebang. “Satu-satunya UPK yang punya kantor ya UPK
Gebang”, kata Pak Gunawan. Ah apa iya Pak?
Gambar 2

Keterangan
Gambar 2: Pak Gunawan BA dalam sebuah MDPTJ 40% di Desa Paluh Manis, Kecamatan
Gebang.
Gambar 3

Keterangan
Gambar 3: Pak Gunawan sedang menyalurkan dana SPP kepada Kelurahan Pekan Gebang
lewat Ketua TPK Pekan Gebang..
BAB VI
Studi Kasus
SPP AR-RIDHO MENJADI PELOPOR KELOMPOK SPP
DI DESA KARANG GADING KECAMATAN SECANGGANG
Oleh:
Agusma Hidayat, S.Pd
A.
PENDAHULUAN
Desa Karang Gading
merupakan salah satu desa
yang ada di kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat,
provinsi Sumatera Utara yang memiliki jumlah penduduk 7.926
warga dan 2464 Kepala Keluarga (KK) dengan luas wilayah desa Karang Gading
adalah 1938 ha berdasarkan data pemerintah desa Karang Gading per Desember
2011. Dan mayoritas warga masyarakat desa Karang Gading berprofesi sebagai
Petani dan Pekebun.
Namun, setelah berdirinya kelompok Simpan Pinjam Perempuan
(SPP) Ar Ridho di dusun Tanjung Tiga desa Karang Gading, mulailah berunculan
jenis pekerjaan baru di desa Karang Gading dikarenakan kelompok Simpan Pinjam
Perempuan (SPP) Ar-Ridho dapat memberi pinjaman modal usaha kepada anggotanya untuk
dapat membuka usaha seperti bengkel, kedai sampah, warung gorengan, usaha untuk
pertanian, dan bentuk usaha lain yang dapat mengahasilkan sekaligus
meningkatkan pendapatan masyarakat.
Dengan demikian, kelompok SPP Ar-Ridho telah menjadi salah
satu pelopor pembangunan perekonomian masyarakat desa Karang Gading sejak tahun
2004 hingga sekarang yang pendiriannya di bidani dan di damping oleh LSM Paras
hingga sekarang.
Setelah adanya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) pada tahun 2007, mulailah adanya keterlibatan
PNPM-MP dalam memberikan suntikan modal dan pembinaan serta pengawasan bagi
kelompok-kelompok SPP yang sudah mulai menjamur.
Ketika perkembangan perkonomian melalui kelompok Simpan
Pinjam (SPP) berkembang pesat, namun, masih ada masalah yang sangat penting dan
memilukan ketika melintasi jalan protokol di desa Karang Gading yang sepanjang
11,5 kilometer jalan kabupaten yang berada di desa Karang Gading hingga desa
Pantai Gading kecamatan Secanggang, kabupaten Langkat, kondisinya dalam keadaan
berlubang dan rusak parah.
Kondisi jalan tersebut, saat ini benar-benar sangat
memprihatinkan, penuh dengan lubang dan bebatuan yang tajam dan dapat merusak
ban kendaraan serta membuat resah pengendara yang melintas di jalan tersebut.
Bahkan, masyarakat di lokasi tersebut sudah cukup lama merasakan pengaruh jalan
yang rusak itu, yakni setiap harinya menikmati abu yang beterbangan.
Persoalan jalan di desa Karang Gading memang menjadi
persoalan yang sudah hampir 30 tahun di hadapi oleh masyarakat desa Karang
Gading yang sudah jenuh menunggu janji pemerintah daerah Kabupaten Langkat yang
belum merealisasikan perbaikan jalan protokol di desa Karang Gading tersebut.
Hal inilah yang menjadi pengalaman penulis selama melakukan
studi lapangan di desa Karang Gading. Perbaikan jalan sebenarnya telah lama di
dambakan oleh masyarakat desa Karang Gading, namun hal tersebut belum juga
terealisasi.
Hal ini pulalah sebenarnya dapat mendukung dalam meningkatkan
kenyamanan dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan, khususnya di desa Karang
Gading dalam melakukan aktifitas perekonomiannya apabila realisasi perbaikan
jalan protokol tersebut dapat terwujud.
Walaupun jalan protokol di desa Karang Gading rusak parah,
namun masyarakat desa Karang Gading sangat antusias dalam membangun
desanya, terbukti dengan proyek-proyek
yang telah dilaksanakan PNPM Mandiri Pedesaan melalui MUSRENBANGDES yang
menghasilakan usulan-usulan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa Karang
Gading yang terus memotivasi warga masyarakat untuk terus berupaya memperbaiki
dan membangun desa Karang Gading ke arah yang lebih baik.
Oleh karena itu, kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP)
Ar-Ridho sangat berperan aktif dalam menumbuhkan perekonomian masyarakat di
desa Karang Gading yang sebenarnya juga ikut merasakan rusaknya jalan protokol
di desa Karang Gading dalam melakukan aktifitasnya sehari-hari.
Definisi miskin dan kelompok SPP
Menurut Kepala Desa Karang Gading, bahwa warga masyarakat
miskin tidak dapat dilihat dari penampilan luarnya saja. Artinya warga
masyarakat miskin adalah warga masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
primer dan sekunder secara ekonomi. Misalnya, ada warga yang memiliki sepeda
motor tapi masih kredit dan tempat tinggalnya masih numpang atau menyewa. Sedangkan
menurut Sekretaris Desa Karang Gading, bahwa warga masyarakat miskin ialah
orang yang tidak mampu, ia bekerja namun tidak mampu memenuhi kebutuhannya
sehari-hari yang artinya penghasilannya belum mencukupi.
Menurut Heru Santoso, SH selaku Fasilitator Kecamatan
Secanggang, bahwa miskin terbagi beberapa macam yaitu kemiskinan kultural yang
merupakan orang miskin yang dikarenakan keluarganya belum terbebas dari
belenggu kemiskinan sehingga anaknya sebagai generasi selanjutnya terkena imbas
atas kemiskinan tersebut. Ada
pula miskin secara pemikiran yaitu pola pikir atau mind set seorang yang belum
berkembang yang berimbas terhadap kemiskinan secara pendidikan yang artinya
belum dapat mengenyam pendidikan formal yang berakibat rendahnya kualitas SDM
yang dimilikinya serta miskin dalam hal peluang usaha.
Namun, jika dikaitkan dengan kelompok SPP, bahwa jika
dikatakan miskin akan tidak dapat mengembalikan dana pinjaman yang diberikan,
sehingga ada istilah orang sederhana. Untuk menentukan siapa yang menentukan
kriteria miskin yakni ada tim verifikasi.
B. PEMBAHASAN
1. PERANAN LSM PARAS TERHADAP KELOMPOK SPP
AR-RIDHO
Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Paras yang sudah dikenal oleh masyarakat di desa Karang Gading
yang merupakan institusi yang berperan aktif dalam membidani sekaligus membina
kelompok SPP Ar-Ridho yang terletak di dusun Tanjung Tiga desa Karang Gading.
LSM Paras berkantor di
sebelah kantor PAN yang berada di simpang pinang dua ini mengadakan pertemuan
seluruh kelompok SPP se-kabupaten Langkat setiap tanggal 5 tiap bulannya, di
kantor Paras. Ketua LSM Paras juga merupakan salah satu anggota DPRD Kabupaten
Langkat dari fraksi PAN.
LSM Paras juga tetap
berkoordinasi dengan pemerintah desa sehingga aktifitasnya diketahui oleh
masyarakat dan pemerintah desa Karang Gading.
Menurut keterangan Bobbi
Syahputra selaku ketua UPK kecamatan Secanggang, bahwa LSM Paras sebagai
donatur awal kelompok SPP Ar-Ridho, seperti memberikan satu ekor ternak Lembu,
setelah berkembang biak, induknya dikembalikan kepada LSM Paras. Artinya, LSM
Paras sangat berperan aktif dalam pembinaan kelompok SPP Ar-Ridho sehingga
kelompok SPP tersebut dapat berkembang hingga sekarang.
LSM
Paras dan UPK kecamatan Secanggang
Pada dasarnya, LSM PARAS dan UPK kecamatan Secanggang
memiliki fungsi yang sama yaitu dalam hal pembinaan dan pengawasan kelompok
SPP. Peranan LSM Paras yang sudah terlebih dahulu membidani kelompok SPP
Ar-Ridho sejak tahun 2004 hingga sekarang sebelum adanya PNPM Mandiri Pedesaan
di kecamatan Secanggang yang muncul pada tahun 2007 sehingga UPK kecamatan
Secanggang memiliki fungsi yang sama dengan LSM Paras yakni sebagai Pembina dan
pengawas kelompok SPP. Dan UPK kecamatan Secanggang sangat terbantu dengan
keberadaan LSM Paras melalui peranannya terhadap kelompok-kelompok SPP di desa
Karang Gading.
.
Namun LSM Paras belum ada koordinasi dengan UPK
kecamatan Secanggang. LSM Paras hanya memfasilitasi kelompok SPP dan UPK cukup
terbantu dari aspek pembinaan sekaligus memberikan pemahaman tentang pembukuan
terhadap kelompok SPP.
Walaupun demikian, LSM Paras tetap di posisikan sebagai
partner kerja Unit Pengelola Kegiatan (UPK) kecamatan Secanggang. Sesuai dengan
fungsi LSM Paras dan UPK sebagai pembinaan dan pengawasan kelompok SPP, perlu
di tingkatkan aspek pembinaan dalam hal membangun gerakan kemitraan dengan
pihak lain dalam hal pemasaran produk dari usaha produktif kelompok SPP
Ar-Ridho sehingga memiliki jaringan kerja yang dapat mengembangkan kelompok SPP
Ar-Ridho agar lebih progresif.
2. SPP AR-RIDHO BERORIENTASI KOPERASI
Kelompok Simpan Pinjam
Perempuan (SPP) Ar-Ridho berdiri pada tahun 2004 yang di bidani oleh LSM Paras
yang berperan aktif dalam pembinaan kelompok SPP di desa Karang Gading.
Kelompok SPP ini berorientasikan koperasi, namun belum dapat dikatakan sebagai
koperasi dikarenakan belum memenuhi syarat sebagai koperasi. Namun di dalam
kelompok SPP tidak ada regenerasi kepengurusan. Pengurus SPP Ar-Ridho memiliki
ketua yang bededikasi tinggi dalam menjalankan kelompok Ar-Ridho agar dapat
berkembang lebih baik dan maju, walaupun kondisi jalan protokol di desa Karang
Gading rusak parah, namun semangat dan dedikasi pengurus SPP tidak surut
sedikitpun, bahkan ketika penulis datang kerumah untuk kunjungan wawancara,
antusias pengurus SPP tampak dalam menyambut dan memberikan keterangan terhadap
penulis. Hal inilah yang menurut penulis merupakan modal bagi keberlangsungan
kelompok serta secara terus menerus dapat memajukan kelompok SPP Ar-Ridho
dengan penuh semangat, keyakinan serta kejujuran yang ada pada pengurus SPP Ar-Ridho.

Untuk menjadi anggota tetap di kelompok SPP Ar-Ridho, ada
persyaratan yang yang harus dipenuhi yaitu harus warga domisili, memberikan
photocopy KTP dan Kartu Keluarga dan membayar uang pangkal sebesar Rp. 20.000
serta uang wajib setiap bulan sebesar Rp. 5000, dan ada juga anggota kelompok
SPP yang membayar uang suka-suka sebesar Rp. 20.000 keatas dan kelebihan
kelompok SPP yaitu jasanya dari kita untuk kita.
Dan setiap tanggal 4
setiap bulannya di adakan pertemuan untuk membayar simpanan wajib sebesar Rp.
5000 dan simpanan suka-suka sebesar Rp. 20.000 keatas. Dan setiap bulannya uang
tidak ada lagi di tangan pengurus karena dipinjamkan semuanya kepada seluruh
anggota SPP. Dan keterbukaan informasi juga disampaikan laporan keuangan dalam
pertemuan tersebut.
Menurut
Heru Santoso, SH sebagai Fasilitator Kecamatan di kecamatan Secanggang, bahwa
jika kelompok SPP ini dibentuk untuk dana, tidak akan berkembang, namun jika
kelompok SPP ini dibentuk atas dasar kesadaran dengan solidaritas kelompok,
maka kelompok SPP akan terus berkembang pesat sehingga kelompok SPP tersebut
nantinya akan menjadi besar. Namun pola pikir masyarakat di pedesaan umumnya
belum berkembang
Kini kelompok Simpan
Pinjam Perempuan (SPP) Ar-Ridho telah memiliki anggota sebanyak 22 orang yang
aktif yang dapat memberi peluang bagi anggotanya untuk membuka usaha dengan
berbagai jenis usaha seperti door smear, bengkel, kedai sampah, kegiatan
bertani dan berkebun, dan jenis usaha lain yang dapat menghasilkan pendapatan
masyarakat desa Karang Gading.
Kelompok SPP Ar-Ridho
telah mampu berperan meningkatkan taraf hidup masyarakat serta mampu mengurangi
kemiskinan di desa Karang Gading. Dan sampai sejauh ini masih belum ada kendala
yang berari bagi kelompok SPP Ar-Ridho. Dan kelompok SPP Ar-Ridho berharap
bahwa pemerintah dapat memberikan dana hibah kepada kelompok SPP Ar-Ridho agar
dapat mengembangkan kelompoknya.
3. KELOMPOK SPP TERBAIK TAHUN 2011
SPP Ar-Ridho menjadi
kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) terbaik yang mendapat penghargaan dari
Bapak H. Ngogesa Sitepu, SH selaku Bupati Kabupaten Langkat pada tahun 2011.
Hal tersebut menurut ketua SPP Ar-Ridho menjadi menjadi cambuk untuk terus
menigkatkan kinerja agar dapat mengembangkan kelompok SPP Ar-Ridho semakin maju
dimasa mendatang.
Adapun beberapa
kualifikasi terbaik terhadap kelompok SPP Ar-Ridho menurut kesimpulan yang
didapat dari masing-masing koresponden sehingga mendapat penghargaan sebagai
kelompok SPP terbaik tahun 2011 oleh Bupati Kabupaten Langkat, yaitu sebagai
berikut:
(a)
Pengembalian dana lancar dan tidak pernah terlambat
bahkan sebelum waktu yang sudah ditentukan.
(b)
Aset kelompok SPP Ar-Ridho berkembang sehingga kelompok
SPP Ar-Ridho dapat dikatakan mandiri.
(c)
Transparan dalam hal pembukuan yang lengkap sehingga
dapat dipertanggungjawabkan.
Dan kelompok SPP ini terus berpacu untuk terus lebih
baik dan maju, karena penghargaan yang diberikan Bupati Langkat, H. Ngogesa
Sitepu, SH yang merupakan cambuk untuk lebih giat, dan intinya ikut andil dalam
program pengentasan kemiskinan di desa Karang Gading.
Kelompok
SPP Ar-Ridho dan Kelompok SPP di desa Karang Gading
Kelompok Simpan Pinjam
Perempuan (SPP) Ar-Ridho yang berdiri sejak tahun 2004 hingga sekarang terus
berkembang pesat dan anggotanya aktif meminjam untuk meningkatkan usahanya.
Kelompok SPP Ar-Ridho
merupakan kelompok SPP paling lama sebelum ada
PNPM Mandiri Pedesaan di desa Karang Gading. Dan kelompok SPP Ar-Ridho
diharapkan dapat menjadi induk bagi kelompok SPP yang baru dalam hal pembinaan
sehingga dapat pula berkembang.
Setelah kelompok SPP
Ar-Ridho sudah terbentuk dan berkembang, ternyata kelompok SPP Ar-Ridho menjadi
inspirasi bagi pembentukan kelompok SPP lainnya di desa Karang Gading. Dan di
tahun 2012 ini, kelompok SPP Nusa Indah yang berada di dusun 6 dan 7 desa
Karang Gading mendapat pengahargaan sebagai SPP terbaik. Artinya, dengan
semakin menjamurnya kelompok-kelompok SPP di desa Karang Gading dapat lebih
mempercepat dalam meningkatkan perekonomian masyarakat desa Karang Gading
sesuai fungsi dan namanya sebagai simpan pinjam perempuan.
C. PENUTUP: KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
(a)
Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Ar-Ridho sangat
berperan aktif dalam menumbuhkan perekonomian masyarakat di desa Karang Gading.
(b)
LSM Paras sangat berperan aktif dalam pembinaan
kelompok SPP Ar-Ridho sehingga kelompok SPP tersebut dapat berkembang hingga
sekarang.
(c)
Pada dasarnya, LSM PARAS dan UPK kecamatan Secanggang
memiliki fungsi yang sama yaitu dalam hal pembinaan dan pengawasan kelompok
SPP. Peranan LSM Paras yang sudah terlebih dahulu membidani kelompok SPP
Ar-Ridho sejak tahun 2004 hingga sekarang sebelum adanya PNPM Mandiri Pedesaan
di kecamatan Secanggang yang muncul pada tahun 2007 sehingga UPK kecamatan
Secanggang.
(d)
Kelompok SPP ini berorientasikan koperasi, namun belum
dapat dikatakan sebagai koperasi dikarenakan belum memenuhi syarat sebagai koperasi.
Namun di dalam kelompok SPP tidak ada regenerasi kepengurusan.
(e)
Kelompok SPP Ar-Ridho mendapat suntikan dana pinjaman
dari PNPM-MP yang pada tahun 2008 sebesar Rp. 9,5 juta, tahun 2009 sebesar Rp.
20 juta, tahun 2010 sebesar Rp. 40 juta, dan tahun 2011 sebesar RP. 50 juta.
(f)
Untuk menjadi anggota tetap di kelompok SPP Ar-Ridho,
ada persyaratan yang yang harus dipenuhi yaitu harus warga domisili, memberikan
photocopy KTP dan Kartu Keluarga dan membayar uang pangkal sebesar Rp. 20.000
serta uang wajib setiap bulan sebesar Rp. 5000, dan ada juga anggota kelompok
SPP yang membayar uang suka-suka sebesar Rp. 20.000 keatas. Dan setiap tanggal
4 setiap bulannya di adakan pertemuan untuk membayar simpanan wajib sebesar Rp.
5000 dan simpanan suka-suka sebesar Rp. 20.000 keatas.
(g)
SPP Ar-Ridho menjadi kelompok Simpan Pinjam Perempuan
(SPP) terbaik yang mendapat penghargaan dari Bapak H. Ngogesa Sitepu, SH selaku
Bupati Kabupaten Langkat pada tahun 2011.
2. Saran
Berdasarkan pembahasan
sebelumnya, akan dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
(a)
Modal yang menjadi potensi untuk pengembangan kelompok
Simpan Pinjam Perempuan hendaknya lebih di tingkatkan kapasitasnya agar SPP
yang sudah ada dapat lebih meningkatkatkan kinerjanya dalam pengembangan
kelompok SPP sehingga jenis usaha yang dijalankan masyarakat berkembang pesat
dalam pembangunan perekonomian di pedesaan, khususnya di desa Karang Gading.
(b)
Perlunya peningkatan Sumber Daya Manusia pengurus
Simpan Pinjam Perempuan secara berkesinambungan melalui pelatihan-pelatihan maupun
pertemuan yang mendukung penguatan kapasitas Sumber Daya Manusia sehingga
pengurus SPP dapat bekerja secara profesional dalam meningkatkan kinerjanya.
(c)
Kelompok SPP harus mampu membangun gerakan kemitraan
terhadap institusi lain seperti Dinas Koperasi dan UKM untuk pengembangan usaha
dalam hal pemasaran produk yang produktif dan memilki nilai jual.
BAB VII
Studi Kasus
SUMUR
BOR PNPM-MP MENJADI SOLUSI PENYEDIAAN AIR BERSIH
DI
DESA KARANG GADING KECAMATAN SECANGGANG
Oleh:
Agusma Hidayat, S.Pd
A.
PENDAHULUAN
Desa Karang
Gading merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat,
provinsi Sumatera Utara yang memiliki jumlah penduduk 7.926
warga dan 2464 Kepala Keluarga (KK) dengan luas wilayah desa Karang Gading
adalah 1938 ha berdasarkan data pemerintah desa Karang Gading per Desember
2011. Dan mayoritas warga masyarakat desa Karang Gading berprofesi sebagai
Petani dan Pekebun.
Masyarakat desa Karang Gading sangat antusias dalam
membangun desanya, terbukti dengan
proyek-proyek yang telah dilaksanakan PNPM Mandiri Pedesaan yang sangat
dibutuhkan masyarakat desa Karang Gading ternyata mendorong warga masyarakat
untuk terus beruapaya memperbaiki dan membangun desa Karang Gading kearah yang
lebih baik.
Desa Karang Gading merupakan salah satu desa di
kecamatan secanggang yang dekat dengan laut dan sebagian daerahnya merupakan
tanah rawa sehingga sumber air bersih untuk kebutuhan hidup masyarakat desa
sehari-hari sulit diperoleh. Hal inilah
yang menjadi sumber masalah bersama seluruh warga masyarakat desa Karang
Gading dalam memenuhi kebutuhan untuk air bersih.
Permasalahan air bersih yang merupakan permasalahan
seluruh warga masyarakat dan pemerintah desa untuk mengatasinya secara tepat
sasaran. Oleh karena itu, kebutuhan air bersih di desa karang gading kecamatan
secanggang menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat desa dalam memenuhi
kebutuhan air bersih dalam kehidupan sehari-hari yang digunakan untuk keperluan
mandi, mencuci, dan lain sebagainya.
Sejak adanya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) pada tahun 2007, masyarakat desa Karang Gading
kecamatan secanggang, kabupaten Langkat kini dapat menikmati air bersih untuk
kebutuhan sehari-hari setelah pelaksanaan proyek PNPM Mandiri Pedesaan dalam
pelaksanaan pembuatan Sumur Bor di desa tersebut pada tahun 2009 hingga tahun
2010. Program tersebut dapat membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat
melalui penyediaan air bersih untuk memenuhi berbagai keperluan masyarakat.
Sebelum adanya sumur bor PNPM Mandiri Pedesaan dan
bantuan dari donatur luar negeri, masyarakat membuat sumur galian yang ternyata
tidak layak konsumsi karena air tersebut ‘kelat’ dan berwarna kecoklatan.
Dengan demikian, kebutuhan akan air bersih bagi
masyarakat desa Karang Gading menjadi persoalan yang penting dalam penyediaan
kebutuhan air bersih bagi seluruh warga masyarakat di desa tersebut.
B. PEMBAHASAN
1. Kebutuhan Air Bersih
Di desa Karang Gading kualitas sumber air
permukaan maupun air tanahnya masih belum memenuhi syarat untuk digunakan
sebagai air minu. Desa tersebut terletak di daerah dekat dengan laut, sehingga
masyarakat desa tidak mempunyai sumber air untuk memenuhi berbagai keperluan
dalam pemanfaatan air bersih.
Menurut Otto Soemarwoto dalam buku Atur Diri Sendiri, Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup (2004, hlm. 41), bahwa
kualitas sumber air dipengaruhi oleh derajat keasamannya yang dinyatakan dalam
satuan Ph. Makin rendah nilai Ph, makin tinggi derajat keasamannya.
Kualitas sumber air di desa Karang Gading
yang dekat dengan laut dan daerahnya dahulu merupakan rawa yang menyebabkan
derajat keasaman airnya naik dan airnya berwarna kekuning-kuningan dan berasa
kelat sehingga tidak layak di konsumsi.
Mengutip Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri terdapat
pengertian mengenai Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan
sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila
dimasak.
Air bersih di sini kita
kategorikan hanya untuk yang layak dikonsumsi, bukan layak untuk digunakan
sebagai penunjang aktifitas seperti untuk MCK. Karena standar air yang
digunakan untuk konsumsi jelas lebih tinggi dari pada untuk keperluan selain
dikonsumsi.
Dalam penyediaan air
bersih yang layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat banyak mengutip Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 173/Men.Kes/Per/VII/1977, penyediaan
air harus memenuhi kuantitas dan kualitas, yaitu:
a. Aman dan higienis.
b. Baik dan layak minum.
c. Tersedia dalam jumlah yang cukup.
d. Harganya relatif murah atau terjangkau oleh
sebagian besar masyarakat.
Penyediaan air bersih untuk masyarakat desa Karang Gading
mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kesehatan lingkungan dan
masyarakat, yaitu mempunyai peranan dalam menurunkan angka penderita penyakit,
khususnya yang berhubungan dengan air dan berperan dalam meningkatkan standar
atau taraf dan kualitas hidup masyarakat desa tersebut.
Oleh karena itu, kebutuhan air bersih tidak dapat
dikesampingkan karena menyangkut hajat hidup masyarakat desa Karang Gading
khususnya. Untuk itu, pemerintah desa beserta seluruh warga masyarakatnya untuk
terus berpartisipasi dalam membangun desa mereka dalam hal memenuhi kebutuhan
air bersih yang menjadi kebutuhan warga masyarat desa Karang Gading dimasa
sekarang dan untuk masa yang akan datang.
2. Sumur Bor PNPM Mandiri Pedesaan
Berdasarkan pendapat Bobbi Syahputra selaku ketua Unit
Pengelola Kegiatan (UPK) kecamatan Secanggang, bahwa rencana pengadaan Sumur
Bor mulai di usulkan sejak tahun 2007, namun upaya tersebut mengalami
kegagalan. Setelah itu, diusulkan kembali pada tahun 2008 melalui Musyawarah
Rencana Pembangunan Desa (MUSRENBANGDES), namun sekali lagi tidak terealisasi
karena keterbatasan dana.
Walaupun demikian, masyarakat desa Karang Gading tidak putus
asa, melalui MUSRENBANGDES kembali lagi diusulkan untuk pembuatan Sumur Bor.
Akhirnya, terpenuhilah keinginan masyarakat yang menjadi kebutuhan mendasar di
desa Karang Gading. Keinginan tersebut terwujud dengan terealisasinya proyek
sumur bor di tiga dusun di desa Karang Gading yaitu di dusun 3 Kacangan, dusun
8 Tanjung Tiga, dan dusun 12 Kota Lama pada tahun 2009 yang di laksanakan oleh
Tim Pelaksana Kegiatan (TPK). Sedangkan di tahun 2010, pelaksanaan sumur bor
PNPM Mandiri Pedesaan terdapat di dusun 7 Pasiran dan dusun 1 Simpang Tran.
Warga masyarakat sekitar pun dilibatkan dalam proses
pengerjaan sumur bor di dusun mereka masing-masing dalam hal yang dibutuhkan
dalam proses pengerjaan proyek Sumur Bor tersebut. Dengan demikian, dampak
positif yang terjadi bahwa warga masyarakat setempatpun mendapatkan pekerjaan dan
pengahsilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
Menurut ketua TPK, Ucok Angkat bahwa dana satu sumur bor yang
dibiayai oleh pemerintah sekitar Rp. 22.000.000. Proyek tersebut berhasil untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat desa Karang Gading untuk air bersih. Sebelum
adanya sumur bor PNPM Mandiri Pedesaan warga masih menggunakan sumur galian
yang airnya tidak layak konsumsi disebabkan wilayah desa Karang Gading
berdekatan dengan laut. Oleh sebab itu, pendanaan proyek sumur bor PNPM Mandiri
Pedesaan lebih efektif dibanding proyek sumur bor di luar PNPM.
Dalam hal upaya untuk keterbukaan sumber informasi kepada
masyarakat desa Karang Gading, Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) menempelkan berita
acara, pengumuman anggaran kegiatan, photo-photo pelaksanaan proyek serta hal-hal
yang berhubungan dengan pengerjaan proyek PNPM Mandiri Pedesaan di papan
informasi yang terdapat di kantor desa Karang Gading.
Namun, menurut ketua Unit Pengelola Kegiatan, Bobbi
Syahputra, bahwa masih ada warga masyarakat yang membuat jemuran di lokasi
sumur bor PNPM Mandiri Pedesaan. Padahal sumur bor PNPM Mandiri Pedesaan
tersebut harus dapat dijaga bersama seluruh warga masyarakat desa untuk
memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga masyarakat desa tersebut.
3. Proyek Sumur Bor di Luar PNPM Mandiri Pedesaan
Selain sumur Bor yang dibuat PNPM MP, ada juga Sumur Bor di
luar PNPM Mandiri Pedesaan yaitu Sumur Bor bantuan dari donatur Arab Saudi dan
Qatar yang telah terealisasi pada tahun 2011 yang berada di sembilan tempat di
sembilan dusun di desa Karang Gading. Sumur Bor di luar PNPM-Mandiri Pedesaan
tersebut di koordinir langsung oleh Yayasan Arisalah Al Khairiyah yang
beralamat di Tanjung Morawa dan tetap berkoordinasi melalui pemerintah desa
Karang Gading dalam hal urusan administrasi dan penyediaan lahan yang merupakan
hibah warga masyarakat desa Karang Gading untuk pembangunan sumur bor di desa
mereka
Sebelum sumur bor bantuan dari donatur Arab Saudi dan Qatar
dibuat di desa Karang Gading, desa Pantai Gading yang merupakan desa yang mekar
dari desa Karang Gading sejak tahun 2007 telah duluan mendapat bantuan proyek
pembangunan Sumur Bor dari donatur Arab Saudi dan Qatar karena salah satu warga
masyarakat desa tersebut ada yang menjadi santri di pondok pesantren yang ikut
membantu di desa Pantai Gading dalam memperoleh bantuan sumur bor tersebut.
Sedangkan untuk masalah lahan yang akan di peruntukkan dalam
pembangunan proyek sumur bor merupakan hibah tanah yang diberikan warga
masyarakat secara sukarela yang di koordinir oleh pemerintah desa untuk pembangunan
sumur bor di desa mereka. Itulah yang menjadi salah satu syarat dan penyebab
untuk proyek sumur bor tersebut dapat dilaksanakan.
Namun, ada dusun yang memiliki dua sumur bor karena
disebabkan proyek dari PNPM Mandiri Pedesaan dan proyek bantuan donatur luar
negeri dilaksanakan di dusun tersebut mengingat wilayah dusun tersebut sangat
luas dibanding dusun-dusun lain yang terdapat di desa Karang Gading.
Dengan demikian,
proyek sumur bor di luar PNPM Mandiri Pedesaan yaitu bantuan donatur
luar negeri (Arab Saudi dan Qatar)
telah membantu meringankan beban masyarakat desa untuk memenuhi kebutuhan air
bersih.
4. Swadaya Masyarakat dan Perawatan Sumur Bor
Setelah proyek Sumur Bor PNPM Mandiri Pedesaan sudah
terealisasi, masih ada pekerjaan yang harus mutlak dilakukan yaitu merawat dan
mengelola sumur bor tersebut. Dalam hal ini, masyarakat berinisiatif untuk
melakukan swadaya dalam bentuk iuran tiap bulan untuk membayar iuran listrik
dan biaya pengelolaan perawatan untuk sumur bor di desa mereka.
Perawatan Sumur Bor tersebut merupakan swadaya masyarakat
sekitar dengan iuran setiap warga yang menggunakan sumur bor untuk membiayai
listrik dan pengelolaan perawatan yang dilakukan oleh tim perawat setelah
dilakukan forum serah terima kepada masyarakat, karena proyek Sumur Bor
tersebut “dari mereka untuk mereka”
yang menempatkan masyarakat pada posisi teratas dalam pengambilan keputusan.
Walaupun demikian, menurut Heru Santoso, SH sebagai
Fasilitator Kecamatan bahwa masih ada mindset
masyarakat yang berharap banyak kepada pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan
upaya penyadaran masyarakat melalui peran serta pemerintah desa untuk selalu
mengingatkannya.
C. PENUTUP: KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut:
(a)
Pada dasarnya seluruh warga masyarakat berhak untuk
mendapatkan air bersih yang layak dan terjangkau. Oleh karena itu, pembangunan
sumur bor harus memperhatikan dan melibatkan secara aktif kelompok masyarakat
miskin dan kelompok masyarakat tidak mampu lainnya dalam proses pengambilan
keputusan. Hal ini sebagai upaya agar mereka tidak terabaikan dalam pemenuhan
kebutuhan air bersih dapat terpenuhi secara layak, adil dan terjangkau.
(b)
Pelaksanaan proyek sumur bor PNPM Mandiri Pedesaan di
desa Karang Gading yang telah terealisasi pada tahun 2009 terdapat di dusun 3
Kacangan, dusun 7 Tanjung Tiga, dan dusun 13 Kota Lama. Sedangkan pelaksanaan
Sumur Bor PNPM Mandiri Pedesaan di tahun 2010 terdapat di dusun 7 Pasiran dan
dusun 1 Simpang Tran.
(c)
Dalam hal masalah lahan yang akan di peruntukkan dalam
pembangunan proyek sumur bor merupakan hibah tanah yang diberikan warga
masyarakat secara sukarela yang di koordinir oleh pemerintah desa untuk
pembangunan sumur bor di desa mereka. Itulah yang menjadi salah satu syarat dan
penyebab untuk proyek sumur bor tersebut dapat dilaksanakan.
(d)
Perawatan Sumur Bor PNPM Mandiri Pedesaan merupakan
swadaya masyarakat sekitar dengan iuran bagi setiap warga yang menggunakan
sumur bor untuk membiayai listrik dan pengelolaan perawatan yang dilakukan oleh
tim perawat setelah dilakukan forum serah terima kepada masyarakat, karena
proyek Sumur Bor tersebut “dari mereka
untuk mereka” yang menempatkan masyarakat pada posisi teratas dalam
pengambilan keputusan.
(e)
Selain sumur Bor yang dibuat PNPM MP, ada juga Sumur
Bor di luar PNPM Mandiri Pedesaan yaitu Sumur Bor bantuan dari donatur Arab
Saudi dan Qatar yang telah terealisasi pada tahun 2011 yang berada di sembilan
tempat di sembilan dusun di desa Karang Gading. Sumur Bor di luar PNPM-Mandiri
Pedesaan tersebut di koordinir langsung oleh Yayasan Arisalah Al Khairiyah yang
beralamat di Tanjung Morawa dan tetap berkoordinasi melalui pemerintah desa
Karang Gading.
2. Saran
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, akan dikemukakan saran-saran sebagai
berikut:
(a)
Pembangunan sumur bor harus mampu mengubah prilaku
masyarakat dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan sebagai dasar
menuju kualitas hidup yang lebih baik. Salah satu upaya untuk mengubah prilaku
masyarakat adalah melalui pendidikan prilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini
merupakan komponen utama dalam pembangunan air minum selain komponen fisik
penyediaan air bersih tersebut.
(b)
Proyek sumur bor di desa Karang Gading masih belum
merata disebabkan masih terdapat beberapa dusun lagi di desa tersebut yang
belum ada fasilitas sumur bornya. Oleh sebab itu, di perlukan upaya masyarakat
untuk mengusulkan kembali dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Desa
(MUSRENBANGDES).
(c)
Dalam aspek pemeliharaan dan perawatan sumur bor PNPM
Mandiri Pedesaan, hendaklah diperhatikan secara berkesinambungan, mengingat
keberlangsungan sumur bor yang menjadi sumber air bersih bagi masyarakat di
desa Karang Gading harus tetap dijaga. Oleh karena itu, sumur bor PNPM Mandiri
Pedesaan maupun sumur bor bantuan donatur luar negeri harus di sinergikan dalam
hal perawatan dan pemeliharaannya, mengingat kedua proyek tersebut terdapat di
desa Karang Gading yang menjadi kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat
Karang Gading.
Gambar 1

Keterangan
Gambar 1: Foto Sarana Air Bersih yang dibangun di Desa Karang Gading, Kecamatan
Secanggang
BAB VIII
Profil
Riza
Nirwana, ST
Profil
Fasilitator Teknik Pangkalan Susu
Oleh: Drs.
Jamalludin Sitepu, M.A.
Tidak ada alasan yang jelas awalnya
ketika penulis memutuskan untuk menuliskan profil Riza Nirwana, ST, dalam buku
ini. Ketika Riza (nama panggilannya) dihubungi penulis, untuk dimintai
profilnya, pada awalnya ia menolak. “Khan, masih banyak yang lainnya yang lebih
senior, Bang”, katanya kepada penulis. Walaupun begitu, penulis sepertinya
tetap bersikeras untuk menulis profil Riza. Akhirnya penulis sadar bahwa
pertimbangan untuk menulis profil Riza dalam buku ini didasarkan atas pemikiran
bahwa wilayah kerjanya adalah Kecamatan Pangkalan Susu.
Kenapa harus Kecamatan Pangkalan Susu?
Karena di Kecamatan Pangkalan Susu terdapat pulau-pulau di luar Pulau Sumatera.
Sebut sajalah Pulau Kampai dan Pulau Sembilan yang terkenal itu. Diharapkan
dengan mewancarai Riza, akan banyak informasi dan data yang diperoleh di pulau-pulau seberang Pulau
Sumatera itu. Mungkin penulis akan mendapatkan cerita-cerita khas yang tak
terdapat di lokasi-lokasi lan.
Karena itulah penulis “mengejar” FT
muda yang lahir pada 26 Juli 1980 di Kota Binjai ini. Akhirnya dicapai
kesepakatan untuk mengadakan wawancara dengan Riza di Stabat, di Kantor KNPI
Langkat, tempat penulis beraktifitas sehari-hari pada pertengahan Januari 2012
lalu. Dengan bekal secangkir kopi, dimulailah wawancaranya dalam situasi yang
santai. Berikut adalah ringkasan dari hasil wawancaranya.
Secara umum Riza menjelaskan bahwa
dalam tahun anggaran 2011, dana BLM
untuk proyek fisik adalah Rp. 510 juta, dan dana BLM untuk SPP sebanyak Rp. 90
juta rupiah. Sehingga total dana mencapai Rp. 600 juta. Tabel di bawah mungkin
dapat menggambarkan penggunaan dana itu.
NO.
|
LOKASI DESA
|
JENIS PROYEK
|
ANGGARAN (RP)
|
1
|
Alur Cempedak
|
Rabat beton, plat
deukerr
|
129.600.000
|
2
|
Pintu air
|
TPT
|
173.400.000
|
3
|
Beras Basah
|
Rabat beton, parit
beton
|
106.000.000
|
4
|
Pulau Sembilan
|
Parit Beton
|
101.000.000
|
5.
|
Beras Basah
|
3 kelompok SPP
|
30.000.000
|
6
|
Pulau Sembilan
|
3 kelompok SPP
|
30.000.000
|
7
|
Alur Cempedak
|
2 kelompok spp
|
20.000.000
|
8
|
Pulau Kampau
|
1 kelompok SPP
|
10.000.000
|
|
|
Total
|
600.000.000
|
Selanjutnya,
menurut pandangan lulusan Fakultas Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara tahun 2007 ini, program PNPM MP pada akhirnya harus bisa
mendidik masyarakat untuk menjadi kontraktor. Artinya harus ada pemberdayaan,
dalam arti pendidikan dan pelatihan, masyarakat dalam bidang teknis. Dengan adanya
pelatihan-pelatihan kader teknis yang mau bekerja dan inovatif, diharapkan akan
munculnya kontraktor-kontraktor baru yang sanggung mengerjakan proyek-proyek
pembangunan yang rumit konstruksinya.
Untuk
masa sekarang ini, kata laki-laki yang baru saja menjadi seorang ayah ini,
kualitas Sumber Daya Manusia di Pangkalan Susu sangat kurang. Para
pekerja konstruksi di lapangan tidak mengerti membaca gambar bestek atau
Rencana Penggunaan Dana yang telah ditetapkan. yang telah ditentukan. Akibatnya
seringkali FT harus melakukan bongkar pasang terhadap bangunan-bangunan yang
telah dikerjakan. Begitu juga dengan pengisian format-format laporan
perkembangan pembangunan proyek fisik. Para
pekerja konstruksi di desa tidak mengerti bagaimana mengisi Buku Kas, menghitung
HoK, dan lain-lain. Apalagi misalnya jika ada gejala alam yang menyebabkan
terjadinya force mayeur, seperti hujan yang sangat lebat sehingga merusak
konstruksi bangunan yang sudah dibuat.
Soal
partisipasi pembangunan, kata Riza, masyarakat yang berdomisili di Pulau
seberang, seperti di Pangkalan Siatta, Pulau Kampai dan Pulan Sembilan,
memiliki tingkat partisipasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
masyarakat yang tinggal di Pulau Sumatera. Tidak mengherankan bila setiap ada
proyek fisik yang dibangun di tempat-tempat itu, selalu melampaui volume
seperti yang telah ditetapkan di RAB.
Pertambahan
volume pekerjaan itu biasanya disebabkan oleh hal, yakni:
·
Selisih harga lelang
·
Selisih harga barang
·
Tambahan tenaga gotong royong masyarakat.
Bicara
soal tantangan, Riza, mengatakan bahwa kadang-kadang ada kelompok-kelompok
kecil di desa-desa yang selalu bersikap sinis dan apatis. Apa yang
dikerjakannya selalu dianggap salah dan dirinya dianggap bodoh. Bahkan dirinya
pernah diberitakan di Koran Waspada bahwa pekerjaan pembukaan jalan di Desa
Tanjung Pasir tidak berkualitas dan asal-asalan. “Aneh saja”, katanya. Soalnya,
biasanya, ayahnya, Riswn Rika, yang wartawan Harian Waspada yang memberitakan
hal-hal yang demikian. Wartawan yang bersangkutan tidak berusaha membuat
klarifikasi berita kepada Riza. Jeruk makan jeruk, nampaknya ya Riza.
Di
akhir wawancara, Riza mengingatkan bahwa ada proyek air bersih di Kelurahan
Bukit Jengkol yang dibangun pada tahun anggaran PNPM MP 2007 yang tidak
berfungsi lagi. Artinya fungsi perawatan tidak ada. Juga dipertanyakan proses
assessment nya. Karena di lokasi tersebut banyak pekerja-pekerja PT Pertamina
yang menjadi pelanggan Perusahan Air Minum Daerah. Ya, sudah ya. Terimakasih
atas wawancaranya. Dan ia pun melaju dengan sepeda motornya menuju Pangkalan
Susu. Ngeeng………
Gambar 1
![]() |
||||||
![]() |
||||||
|
Keterangan Gambar
1: Riza Nirwana sedang memberikan pelatihan pada TPK se-Kecamatan Pangkalan
Susu
Gambar 2

|

Keterangan
Gambar 2: Foto 100 % pembangunan rabat beton di Desa Alur Cempedak, Kecamatan
Pangkalan Susu 2011. Tampak Camat Pangkalan Susu Drs. Sukhyar Mulyamin, sedang
menggunting peresmian proyek tersebut.
Gambar
3

Keterangan
Gambar 3: Foto Nol % Pembangunan Parit Beton di Desa Pulau Sembilan, Kecamatan
Pangkalan Susu
Gambar 4

Keterangan
Gambar 4: Foto pembangunan parit beton di Desa Pulan Sembilan, Kecamatan
Pangkalan Susu. Akibat hujan yang sangat deras, terjadi kerusakan pada parit beton
ini sehingga terjadi force mayor.
Gambar 5

Keterangan
Gambar 5: Foto 100% pembangunan parit beton di Desa Pulau Sembilan, Kecamatan
Pangkalan Susu.tahun 2011.
![]() |
BAB IX
Studi Kasus SPP Anggrek, Desa Dogang,
Kecamtatan Gebang.
Oleh: Eli Maksum, S.Pd.I
A.
GAMBARAN UMUM PNPM-MP KECAMATAN
GEBANG
Kecamatan gebang merupakan kecamatan yang
mampu memaksimalkan dana PNPM-MP yang di gulirkan pemerintah. Di tahun
anggaran 2011 kecamatan gebang menerima dana PNPM sebersar Rp.3.000.000.000,-(tiga
milyar rupiah) sesuai keterangan Khairul Faiza selaku bendahara UPK Kecamatan
Gebang. Dana tersebut ada yang di alokasikan untuk Simpan Pimjam perempuan
sebesar Rp.361.000.000 untuk 28 SPP yang berada di kecamatan gebang. dan sudah
dilaksanakan Musyawarah Antar Desa Pada tanggal 13 Januari, MDKP dan MD
Perencanaan secara bersamaan dilaksanakan dari 19 Januari s/d 28 Januari 2011
di 10 desa dan 1 Kelurahan. kemudian Pada tanggal 17
Pebruari 2011 telah dilaksanakan MAD Prioritas Usulan dan mulai tanggal 7
sampai dengan 9 Maret 2011 dilaksanakan Survey Detail. Untuk bulan Maret 2011
dibuatlah Design dan RAB berdasarkan
urutan perangkingan di MAD Prioritas Usulan. Dan pada tanggal 24 Maret 2011
dilaksanakan MAD Penetapan Usulan dan ditetapkan 28 usulan SPP dan 11 usulan
Fisik yang terdanai. MD Informasi dilaksanakan mulai tanggal 04 s/d 28 April
2011. Untuk kegiatan di bulan November dilakukan pelatihan KPMD dan pelatihan Kader Teknis serta untuk bulan Desember untuk UPK di
lokasi di gedung Peknasos
Stabat.
Untuk
kegiatan di bulan Desember telah
dilaksanaka MAD Sosialisasi pada tanggal 13 Desember 2011 yang dilaksanakan di
Aula Kantor Camat Kecamatan Gebang. Sehubungan adanya perguliran SPP di
kec Gebang akan di lakukan maka sebelum nya juga telah di laksanakan MAD
perguliran SPP pada tanggal 27
Desember 2011 di Aula kantor Lurah
Gebang. Pada bulan Desember tahapan pelaksanaan fisik seluruh desa telah
melaksanakan telah melaksanakan MDST 100%.
Keterlibatan
semua unsur yang ada di kecamatan Gebang juga terlihat dengan baik, hal ini
dapat dilihat dengan diadakannya musyawarah antar desa yang melibatkan Camat
Gebang didalamnya. Hasil musyawarah tersebut kemudian di sahkan oleh Camat yang
di sebut dengan surat
pengesahan camat (SPC). Untuk pertemuan di setiap desa maka FK-FT memberikan
jadwal pertemuan untuk setiap desa, dengan jadwal ini maka kepala desa
mengundang warganya untuk hadir dalam musyawarah di desa.
Proyek
yang dikelola PNPM tetap dilandaskan pada profesionalisme, baik pada
pengelolaan infrastuktur. Pengelolaan diserahkan pada ahli bangunan (tukang)
yang berasal dari masyarakat setempat. Pembekalan juga tetap diberikan oleh FK-FT
dan PJOK guna menjaga profesionalisme dalam kerja. Sampai pada pembekalan bagi
pengawas dan pemelihara proyek.
Dalam
pengelolaan sebuah proyek tentu tidak terlepas dari tantangan yang di hadapi di
lapangan. Untuk kecamatan Gebang, walaupun tidak ada tantangan yang besar,
namun masih ada beberapa tantangan seperti ketika proses pengusulan, masyarakat
masih saja ada yang ngotot agas usulannya diterima, padahal ada proses
perangkingan terhadap usulan tersebut.
Ketika penulis bertanya kepada masyarakat mengenai
PNPM, pada perinsipnya mereka menanggapi secara positif tentang PNPM. Salah
satunya adalah Yani warga Dogang, ia berkata “setahu saya PNPM sejenis bantuan
atau pinjaman, yang saya lihat PNPM cukup membantu masyarakat”. Hal serupa juga
disampaikan Ibu Suliana “ PNPM merupakan program yang sangat membantu
masyarakat, dulu sekolah yang jeles dengan adanya bantuan PNPM sudah menjadi
bagus, dulu jalan yang rusak sekarang sudah bagus, semua berkat adanya PNPM”.
Untuk keseluruhan kecamatan Gebang, kelompok SPP yang
dikelola ada 28 kelompok sebagaimana table berikut:
Rincian Dana BLM T.A
2011 untuk SPP sebesar : Rp. 380.000.000,-
|
||||||||
NO
|
NAMA KELOMPOK
|
DESA / KELURAHAN
|
TANGGAL PENCAIRAN
|
SPP ( Rp )
|
OPERASIONAL
|
TOTAL ( Rp )
|
||
TPK 3% ( Rp )
|
UPK 2% ( Rp )
|
|||||||
1
|
REMBULAN
|
PALUH MANIS
|
22-Jun-11
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|
2
|
ANGGREK-II
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|||
3
|
RAMBUTAN
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|||
4
|
RAMBE
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|||
5
|
ANGGREK-I (P)
|
38,000,000
|
1,200,000
|
800,000
|
40,000,000
|
|||
6
|
NENAS
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|||
7
|
ANGGREK
|
PADANG LANGKAT
|
28-Jun-11
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|
8
|
MAWAR
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|||
9
|
WASERBA (P)
|
AIR HITAM
|
27-Jun-11
|
28,500,000
|
900,000
|
600,000
|
30,000,000
|
|
10
|
MAWAR (P)
|
28,500,000
|
900,000
|
600,000
|
30,000,000
|
|||
11
|
GELUGUR
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|||
12
|
BANGKIT
|
PASIRAN
|
28-Jun-11
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|
13
|
KENANGA
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|||
14
|
MAJU
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|||
15
|
MELATI
|
SANGGA LIMA
|
27-Jun-11
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|
16
|
MARTABE
|
BUKIT MENGKIRAI
|
28-Jun-11
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|
17
|
ANGGREK
|
DOGANG
|
27-Jun-11
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|
18
|
KUSUMA
|
PAYA BENGKUANG
|
27-Jun-11
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|
19
|
TANJUNG
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|||
20
|
ROS
|
PASAR RAWA
|
28-Jun-11
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|
21
|
ANGGREK
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|||
22
|
ANGGREK BULAN
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|||
23
|
TANI JAYA
|
PEKAN GEBANG
|
23-Jun-11
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|
24
|
KELINCI
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|||
25
|
ATSIKO
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|||
26
|
TERATAI
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|||
27
|
BABENANI
|
9,500,000
|
300,000
|
200,000
|
10,000,000
|
|||
28
|
WARDAH (P)
|
38,000,000
|
1,200,000
|
800,000
|
40,000,000
|
|||
SUB TOTAL I
|
|
361,000,000
|
11,400,000
|
7,600,000
|
380,000,000
|
Dari 28 kelompok tersebut, salah satunya adalah kelompok SPP Anggrek yang
ada di desa Dogang. Untuk desa Dogang sendiri telah memiliki 6 kelompok Simpan
Pinjam Perempuan (SPP) yang sudah mendapat dana bantuan modal dari PNPM. Salah
satu kelompok SPP tersebut adalah SPP anggrek yang diketuai oleh Ibu Rusmike
Situmorang. Beliau selain sebagai ketua SPP juga aktif Mengajar di Sebuah
sekolah Dasar Yang ada di desa dogang, menjelaskan bahwa kelompok SPP yang ia
pimpin tersebut telah berdiri sejak tahun 2006. Ketika penulis jumpai pada
tanggal 16 Januari lalu, beliau menjelaskan bahwa SPP yang dipimpinnya sudah
tiga kali mendapat bantuan dana dari pemerintah melalui program PNPM. Bantuan
yang pertama kali diterima pada tahun 2008 sebesar Rp. 10.000.000,-. Kemudian
pada tahun 2010 bertambah menjadi 20.000.000,-. Untuk tahun 2011, kelompok SPP
Anggrek kembali mendapat bantuan sebesar Rp. 50.000.000. bantuan yang diterima
dipinjamkan kepada anggota untuk usaha yang diantaranya untuk menambah isi
warung, kios pulsa, door smeer, jual kain, usaha opak dan sebagainya. Untuk
proses pengembalian dikenakan bunga tetap 1,5 % dengan rincian yang 0,5 % untuk
tambahan kas.
Anggota kelompok SPP ini mencapai 46 orang yang dapat
dikatakan berhasil dalam mengelola kelompoknya. Ketika ditanya tentang
keberhasilan kelompoknya, ibu Rusmike menjelaskan bahwa kuncinya adalah saling
percaya setiap anggota dan komitmen menjaga kepercayaan tersebut. Peminjaman
juga disesuaikan dengan usaha yang akan dijalankan oleh anggotanya. Bicara
mengenai pemberdayaan, kelompok SPP ini melibatkan semua lapisan masyarakat
muali dari lapisan bawah , menengah dan atas. Hal ini dilakukan untuk
melancarkan beredarnya keuangan yang ada pada kelompok.
Untuk target pemberian modal diutamakan pada anggota
yang memiliki usaha tetapi kurang dalam modalnya. Sehingga ketika pinjaman
diberikan maka uang akan segera berputar. Dalam hal koodinasi kelompok SPP
anggrek juga tidak terlepas dari kepala desa. Setiap kebijakan yang ingin di
ambil tetap ada koordinasi dengan desa.
Kolpmpok SPP anggrek juga mengadakan rapat anggota
setiap akhir tahun sebagai wujud evaluasi dan transparansi pengelolaan keuangan
kelompok. Pembukuan yang akuntabel menjadi dasar dari transparansi pengelolaan
keuangan.
Ada
satu peluang sekaligus harapan dari anggota SPP anggrek ini, sebagaiman yang di
sampaikan Ibu Suriatini (salah satu anggota SPP Anggrek) bahwa” SPP tetap ada
sebagai wadah memajukan ekonomi rumah tangga dan SPP anggrek bisa memiliki
usaha bersama”. Ketika ditanya usaha
bersama apa yang ingin dicapai ? Jawab ibu yang juga seorang guru ini adalah
mereka ingin mendirikan butik sebagai usaha bersama kelompok SPP Anggrek.
B. RENCANA KEGIATAN PNPM-MP 2012 UNTUK GEBANG
Direncanakan pada bulan januari 2012 seluruh desa akan melaksanakan
musrenbang desa, musyawarah desa sosialisasi, MD perencanaan dan MDKP. Pertemuan rutin rapat koordinasi dengan KPMD di Kecamatan dan rapat
koordinasi dengan Fasilitator Integrasi, Fasilitator Kabupaten dan
Fasilitator keuangan dalam menjalankan tahapan program sekaligus
dukungan dalam menjalankan tahapan dan tugas – tugas ke depan. Tentu ada
harapan besar untuk tahun 2012 terutama bantuan yang digulirkan dapat ditambah
untuk setiap kecamatannya. Dengan demikian sasaran pembangaunan dan percepatan
pembangaunan daerah tertinggal akan lebih cepat terlaksana. Ketika pembangaunan
berjalan dengan baik dan pesat, maka ekonomi masyarakat pasti berkembang
sejalan dengan pembangaunan daerah tempat tinggalnya. Pola fikir masyarakat
juga akan berkembang dengan adanya pembangaunan. Begutu besar manfaat dari
setian pembangaunan yang ada di masyarakat.
C.
PENUTUP
Dari uraian diatas dapat kita lihat secara jelas
bahwa PNPM-MP sangat besar manfaatnya bagi masyarakat pedesaaan khuasusnya dan
rakyat Indonesia
pada umumnya. Keberlanjutan proram ini sangat diharapkan oleh masyarakat.
Selama empat tahun berjalan, tentu sudah banyak perubahan yang dirasakan oleh
masyarakat. Untuk pemerintah, sangat diharapkan agar PNPM ddapat terus
dilanjutkan mengingat manfaat dan harapan dari masyarakat.
Pembangunan masyarakat akan bejalan dengan baik
apabila masyarakat itu sendiri diberdayakan dengan maksimal. Ketika semua
potensi yang ada dalam masyarakat mampu diarahkan dan dikembangkan maka sangat
mungkin bagi Indonesia
dan langkat khususnya menjadi derah yang tingkat kesejahteraan masyarakatnya
memenuhi standar bebas dari kemiskinan. Satu hal yang paling penting adalah
menumbuhkan jiwa kewirausahaan dalam diri setiap masyarakat. Karena dalam surve
di lapangan, kendala utama dan yang mendasar dari kemiskinan adalah kurangnya
sikap gigih dalam berusaha. Masyarakat masih dibebani dengan pemikiran takut
akan gagal. Ketika masyarakat takut daam memulai usaha, maka kemiskinan terus
akan bersamanya. Untuk itu pola fikir masyarakat juga harus dibuka akar
tertanam jiwa kewirausahaan. Apabila ini terwujud, maka program PNPM tentu akan
lebih memberikan manfat bagi pembangunan masyarakat kita.
BAB X
Studi Kasus
Pembangunan
MDA Jami’atul Amaliyah, Dusun Sijambu, Desa Sekoci, Kecamatan Besitang.
Oleh: Drs.
Jamalludin Sitepu, M.A
I.
Pendahuluan
Pada
awalnya, setelah berdiskusi dengan Pak Tahsin Tanjung, studi kasus diarahkan ke
Pulau Sembilan karena adanya proyek fisik pembangunan Madrasah Diniyah (MDA).
Namun karena proyek fisik itu termasuk dalam tahun anggaran 2009, maka kemudian
dicari proyek fisik pendidikan di tahun 2011. Salah satu, dari 2, lokasi yang mengerjakan pembangunan MDA adalah
di Dusun Sijambu, Desa Sekoci, Kecamatan Besitang. Nama Sijambu konon diambil
dari banyak pohon jambu kecil yang dulu tumbuh di tepi-tepi sungai dekat
Sungai.
Secara
garis besar dalam lingkup se-Kecamatan Besitang, daftar proyek fisik yang
dikerjakan dalam tahun anggaran tahun 2011 adalah sebagai berikut:
NO
|
LOKASI/DESA
|
JENIS PROYEK
|
ANGGARAN (RP)
|
1
|
Bukit Mas
|
Sirtu, Plat
Deuker
|
94.360.000
|
2
|
Halaban
|
Sirtu,
Jembatan Beton
|
148.620.000
|
3
|
Kampung Lama
|
Sirtu
|
27.000.000
|
4
|
Suka Jaya
|
MDA
|
116.250.000
|
5
|
Sekoci
|
MDA
|
150.900.000
|
6
|
Bukit Kubu
|
Sirtu
|
62.870.000
|
|
|
Total
|
600.000.000
|
Mengapa
obyek penelitian bukan di Desa Suka Jaya yang sama-sama membangun MDA? Ini
hanya bersifat acak saja. Tidak ada alasan khusus untuk memilih Desa Sekoci.
Desa Sekoci sendiri memiliki luas wilayah 8.056 Hektar. Jumlah rumah tangga
atau KK adalah 1.138 dan jumlah jiwa adalah 4.448. Jumlah penduduk miskin
mencapai 822 orang. Di sebelah Barat, Desa Sekoci berbatasan dengan Desa Bukit
Mas, di sebelah Timur dengan Brandan Barat, di sebelah Utara dengan Desa
Kampung Lama, dan di sebelah Selatan dengan Desa PIR ADB. Kepala Desanya
bernama Edy Harianto, ST.
Sementara
itu, dusun Sijambu memiliki sekitar 180 KK dengan 1/3 dari mereka tergolong
penduduk miskin. Angka tingkat kemiskinan yang tinggi ini disebabkan oleh
transisi mata pencarian penduduk dari coklat ke jeruk manis. Mereka baru saja
menebangi pohon-pohon coklat mereka dan menanam jeruk manis. Karena sulitnya
tingkat perekonomian di Sijambu ini, sudah banyak warga mereka yang memilih
pindah ke Propinsi Riau. Asa untuk mengulangi lagi masa keemasan jeruk manis
sedang meninggi.
Temuan-temuan
1.
Tingkat partisipasi tinggi
Dalam
pembangunan MDA Jami’atul Amaliyah di Dusun Sijambu, Desa Sekoci, Kecamatan
Besitang ini, partisipasi masyarakat sangat tinggi. Dalam pengecoran fondasi
MDA, warga masyarakat Sijambu bergotongroyong. Bahkan dalam segi finansial,
seperti menurut Kepala MDA Jami’atul Amaliyah, Muchtar Asrul, warga masyarakat
Dusun Sijambu menyumbangkan total Rp. 5.600.000 untuk pembangunan MDA ini.
Biaya tambahan ini, lebih tinggi dari Rencana Anggaran Biaya (RAB),
diperuntukkan untuk beberapa hal:
a)
Membeli kayu kelas 1, sedangkan di RAB disebutkan kayu
kelas 2.
b)
Membeli multi roof, sedangka di RAB disebutkan atap
seng.
c)
Membeli pasir dan batu bata karena volume yang tersebut
dalam RAB tidak memadai.
d)
Meja dan kursi masing-masing 30 buah, sedangkan di RAB
hanya 15 buah.
Tingginya partisipasi masyarakat Dusun Sijambu ini dikarenakan kesadaran
yang tinggi untuk memberikan pendidikan budi pekerti kepada anak-anak mereka.
Pelajar sekarang yang berjumlah sekitar 54 orang berasal juga dari 3 dusun
sekitarnya, termasuk dari Desa Bukit Mas. Pada awalnya jumlah pelajar mencapai
90 orang. Tapi karena pembangunan MDA ini membutuhkan waktu agak lama, yakni 90
hari, banyak pelajar yang kemudian mengundurkan diri. Dengan telah terbangunnya
gedung MDA yang cantik dan asri ini, diharapkan akan semakin banyak anak-anak
Sijambu dan sekitarnya yang menimba ilmu dan menempa prilaku di sini.
Tingginya partisipasi masyarakat di
Dusun Sijambu ini juga dikarenakan perasaan mereka bahwa sangat susah mencari
bantuan dari pihak manapun, termasuk dari pemerintah. Pernah mereka mencoba mencari
bantuan ke Propinsi Sumatera Utara. Tapi usaha ini mereka batalkan karena
mereka diintimidasi oleh beberapa oknum untuk mau menerima 50% dari dana yang
mereka tandatangani. Atau dikenal dengan istilah lain “belah jengkol”. Sedangkan
dana pembangunan dari APBD Langkat atau Propinsi Sumut selalu tak jelas. “PNPM
MP lah yang jelas”, tegas Mukhtar Asrul.
3.
Tingkat partisipasi masyarakat rendah, tapi bukan di
Sijambu
Menurut Ketua UPK
Besitang, Abdul Hamid Pratama, cerita tentang tingkat partisipasi yang tinggi
hanya terjadi di Dusun Sijambu, Desa Sekoci. Karena di tempat-tempat lainnya,
partisipasi warga untuk mengikuti musyawarah-musyawarah PNPM MP sangat rendah.
Pernah beberapa kali pertemuan musyawarah PNPM MP terpaksa dibatalkan karena
tidak cukupnya kehadiran warga masyarakat.
4.
Kompetensi para pekerja
Keseluruhan
pekerja berasal dari kelompok orang miskin, termasuk kepala tukang dan
tukangnya. “Di Dusun Sijambu cukup banyak tersedia tukang yang ahli yang
tergolong penduduk miskin, yang mampu mengerjakan pembangunan MDA itu dengan
baik.” kata Ketua TPK Sekoci Sofyan kepada penulis pada tanggal 20 Januari 2012
lalu di desa Sekoci.
5.
Transparansi
Pengerjaan proyek
PNPM MP 2011 di Kecamatan Besitang telah diupayakan setransparan mungkin.
Informasi tentang PNPM MP 2011 dapat dilihat warga di kantor Camat Besitang,
Kantor Desa, dan tempat-tempat strategis lainnya dan plang proyek.
6.
Kriteria penduduk Miskin
Menurut Ketua UPK
Besitang, Abdul Hamid Pratama, ada beberapa kriteria untuk menggolongkan
penduduk miskin di Kecamatan Besitang, yakni sebagai berikut:
·
Penghasilan per bulan dibawah Rp. 700.000
·
Rumah tidak layak huni
·
Tidak adanya pekerjaan tetap.
Penetapan kriteria
penduduk miskin ini ditetapkan secara musyawarah di desa dalam tahap yang
dinamakan penggalian gagasan.
7.
Tidak adanya dana untuk SPP di tahun 2011.
Menurut Ketua TPK
Sekoci, Sofyan, di tahun 2011 memang sengaja ditiadakannya program SPP. “Karena
program SPP ini membuat saya pening” katanya. Lagipula sekarang ini tingkat
perekonomian sedang susah sehingga diprediksi tidak akan mampu membayar
angsuran SPP. Dari 4 kelompok SPP yang ada di desa Sekoci, 2 diantaranya
berjalan baik, sedangkan 2 lainnya “kembang kempis”. “Saya tak dapat berbuat
banyak” kata Sofyan “karena ada kelompok SPP yang dikelola oleh istri oknum
pejabat Desa dan ternyata tidak berjalan dengan baik, menunggak angsuran 2-3
bulan. Walaupun ia merasa kasihan dengan kelompok SPP yang lain, tapi ia merasa
tak punya pilihan lain dengan kondisi kepemimpinan Kepala Desa yang sekarang.
8.
Perawatan pasca-konstruksi
Untuk merawat
bangunan MDA yang berdiri di atas tanah wakaf ini komunitas telah membentuk
sebuah tim yang beranggotakan 3 orang, yakni:
·
Suratman (Kepala Dusun).
·
Mukhtar Asrul (Kepala MDA)
·
Rizalal (tokoh masyarakat)
9.
Meredam konflik antar desa dengan optimalisasi
Konflik antar desa
kerap terjadi karena masing-masing warga desa mempertahankan kepentingan desa
mereka masing-masing. Tapi Ketua UPK Besitang, Abdul Hamid Pratama, punya kiat
untuk mengelola konfik tersebut dengan menerapkan “optimalisasi”. Desa yang
tidak mendapat proyek fisik di tahun 2011, otomatis akan memperoleh giliran
mendapatkan proyek di tahun 2012. Jadi tidak ada proses perankingan lagi yang
sering kali memicu perselihan antar desa.
10. Kompetensi
Fasilatator Teknik
Menurut Ketua TPK
Sekoci, Sofyan, dalam pembangunan MDA ini Fasilitator Teknik (FT) tidak
memperhitungkan biaya transportasi dalam menghitung RAB, sehingga seringkali
TPK harus “nombok”. Batu bata kurang dari yang diperkirakan dan bahkan batu
koral tidak ada dalam RAB.
11. Intimidasi
oknum pejabat Desa
Kasus di Dusun
Sijambu khususnya, dan Desa Sekoci umumnya ini mungkin khas dan tidak terjadi
di tempat lain. Sofyan mengundurkan diri sebagai Ketua TPK Desa Sekoci di akhir
tahun 2011 karena tidak tahan terhadap intimidasi dan tekanan dari oknum
pejabat Pemerintahan Desa. Pada tahun 2011, TPK harus merelakan uang dana
operasional TPK untuk diserahkan kepada oknum pejabat Desa tersebut sebanyak
Rp. 4 juta. Namun Sofyan tidak mengurangi bestek pembangunan MDA ini seperti yang
telah digariskan dalam RAB.
Pengunduran diri
Sofyan ini disesalkan oleh Kepala MDA Sijambu, Muchtar Asrul. Karena menurut
Mukhtar Asrul, Sofyan telah bekerja dengan baik sebagai Ketua TPK Sekoci.
Bahkan, Sofyan terpilih sebagai Ketua TPK terbaik III se-Kabupaten Langkat. Mukhtar
khawatir, ketua TPK Sekoci yang baru kurang terlatih dan menguasai prosedur dan
mekanisme kerja di program PNPM MP ini.
Rekomendasi
Berkenaan dengan
program PNPM MP di tahun 2012 di Kecamatan Besitang dengan anggaran Rp. 1,1 milyar,
penulis menawarkan rekomendasi sebagai berikut:
·
Penguatan kembali kelompok-kelompok SPP yang
ditinggalkan pada tahun 2011.
·
Harus dieksplorasi mekanisme pemberian sanksi
bagi pihak-pihak yang menyelewengkan atau menunggak dana pinjaman SPP.
·
Penguatan kembali kelompok-kelompok masyarakat
untuk sanggung berdaya dalam arti berani berkata tidak kepada aparat-aparat
pemerintahan desa yang korupsi. Pembentukan badan hukum atau advokasi di
tingkat kecamatan dan kabupaten perlu dipikirkan konsep dan mekanisme pelaksanaanya.
Gambar
1

Keterangan
Gambar 1: Pintu masuk menuju Dusun Sijambu, Sekoci, Besitang.
Gambar
2

Keterangan
Gambar 2: Tapak Depan MDA Jami’atul Amaliyah, Sijambu, Sekoci, Besitang. Cantik
dan asri bangunan dan lingkungannya.

Keterangan
Gambar: Kamar mandi yang dibangun terletak di sebelah belakang MDA Jami’atul
Amaliyah, Sijambu, Sekoci, Besitang.
BAB XI
KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
Oleh: Drs.
Jamalludin Sitepu, M.A.
Setelah melalui penelitian yang melelahkan secara fisik dan psikologis,
mulai dari Desa Sumber Jaya ( Kecamatan Serapit), melalui Desa Sei Limbat (
Kecamatan Selesai), Desa Karang Gading ( Kecamatan Secanggang), Desa
Dogang ( Kecamatan Gebang), dan Desa
Sekoci (Kecamatan Besitang), Tim Penulis sampai beberapa kesimpulan. Kesimpulan
ini kemudian diperkuat dengan pandangan-pandangan Fasilitator Kecamatan
Salapian, Dwi Mayastuti, ST, Riza Nirwana, ST, Fasilitator Teknik Kecamatan
Pangkalan Susu, dan Gunawan, BA, Ketua UPK Kecamatan Gebang.
Kesimpulan-kesimpulannya adalah sebagai berikut:
1.
Kriteria Miskin
Semua sepakat bahwa program PNPM MP dalam skala nasional maupun kabupaten
Langkat dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat, terutama masyarakat yang
digolongkan sebagai “miskin”. Namun pada prakteknya tidak gampang menggolongkan
seseorang atau sekelompok masyarakat sebagai “miskin”. Apalagi ada pameo yang
mengatakan dalam jaman sekarang ini hampir semua orang mengaku miskin jika
melihat ada peluang mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah. Di Kecamatan
Besitang, misalnya, rumah merupakan salah satu indikator utama untuk menentukan
seseorang sebagai miskin. Tetapi di Kecamatan Salapian, rumah tak menjadi
faktor utama, karena faktanya orang yang memiliki rumah tak bagus mempunyai
berhektar-hektar kebun dan sangguh menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke
perguruan tinggi. Di Desa Gunung tinggi, Kecamatan Serapit, memiliki sepeda
motor masih dikategorikan miskin, karena sudah banyak warga yang mempunyai
mobil.
Namun demikian ada indikator-indikator yang sama pada semua kecamatan,
yakni pendapatan dibawah Rp. 700.000/bulan, tak punya pekerjaan tetap atau
pengangguran, dan tak menyekolahkan anak dengan layak. Yang terpenting dari
semua itu adalah penetapan orang itu miskin atau tidak ditentukan lewat
musyawarah desa yang merupakan lembaga tertinggi di desa.
2.
Partisipasi masyarakat dan transparansi informasi
publik.
Pada daerah-daerah yang dekat dengan perkotaan, partisipasi masyarakat
dalam menghadiri musyawarah-musyawarah memang rendah. Bahkan, di Kecamatan
Besitang, beberapa kali musyawarah desa dibatalkan karena tidak cukup dihadiri
oleh warga desa. Tapi ini bukan berarti kurangnya partisipasi warga. Bisa saja
mereka sudah tahu untuk setuju dengan
keputusan-keputusan yang akan dilahirkan dalam musyawarah-musyawarah desa. Partisipasi
masyarakat juga bisa diwujudkan dalam bentuk-bentuk iuran seperti yang terjadi
di Desa Karang Gading, Secanggang, dan Desa Sumber Jaya, Kecamatan Serapit.
Ini diperkuat dengan transparansi informasi yang dilakukan pelaku-pelaku
PNPM MP seperti UPK dan TPK dengan menyebarkan informasi di kantor Desa, kantor
Camat dan tempat-tempat strategis lainnya. Hanya saja masalahnya masyarakatlah
yang jarang berpergian ke kantor desa dan kantor Camat. Tetapi secara umum,
penulis berkesimpulan, partisipasi dan transformasi informasi publik telah
tercapai dengan baik pada pelaksanaan program-program PNPM MP 2011 di Kabupaten
Langkat ini.
3.
Perdebatan tentang Gotong Royong
Banyak yang menilai bahwa program PNPM MP mengikis budaya gotong royong
di daerah-daerah pedesaan, seperti di Kecamatan Salapian. Tapi menurut penulis,
kesimpulan yang demikian perlu diteliti lebih lanjut. Karena
penelitian-penelitian di Desa Sumber Jaya ( Serapit), Padang Langkat (Gebang),
Pulau Sembilan (Pangkalan Susu), dan Sekoci (Besitang), membuktikan bahwa
masyarakat bergotong royong juga menyelesaikan bangunan-bangunan yang
dkonstruksi, walaupun secara bersamaan ada pekerja yang menerima upah atau
istilahnya di “HoK” kan. Bahkan warga masyarakat mengeluarkan uang dari dompet
mereka sendiri demi suksesnya pembangunan di desanya, seperti yang terjadi pada
pembangunan MDA Jami’atul Amaliyah di Dusun Sijambu, Desa Sekoci. Atau lebih
tepatnya muncul hipotesa bahwa tingkat gotong royong akan semakin tinggi jika
desanya semakin jauh dari perkotaan atau berada di daerah pelosok.
4.
Menjaga Kekuatan Kelompok SPP
Suka atau tidak suka, kelompok SPP sesungguhnya adalah tulang punggung
kekuatan program PNPM MP dalam jangka panjang. Jika program PNPM MP diakhiri
sesuai rencana awal pada tahun 2012, maka habislah sudah proyek-proyek fisik.
Yang tertinggal adalah aset-aset kelompok SPP yang sangat besar, bisa
bermilyar-milyar rupiah dalam satu kecamatan. Di Desa Karang Gading, SPP
Ar-Ridho sudah memiliki visi untuk menjadi sebuah koperasi. Bahka ada yang
memiliki visi untuk menjadikan aset SPP ini sebagai Bank Kecamatan.
Sayangnya memang belum semua pelaku PNPM MP dan masyarakat luas menyadari
itu. Masih banyak yang beranggapan bahwa uang PNPM MP adalah uang pemerintah
yang tak perlu dipertanggungjawabkan secara etika maupun hukum. Akibatnya
banyak juga kepala desa yang enggan menguruskan warganya untuk mendapatkan
pinjaman SPP ini. Kedepannya, harus dipikirkan mekanisme “exit program” PNPM MP
ini, khususnya bagi program SPP. Peran LSM Paras pada SPP Ar-Ridho di Desa Karang
Gading bisa menjadi pelajaran dan contoh yang baik bagi kelompok-kelompok SPP
lainnya.
5.
Korupsi sampai Desa?
Bagi pelaku-pelaku PNPM MP yang sudah terbiasa dengan honor yang rendah
dan berprinsip “PADAMU NEGERI”, tuduhan INFID itu terasa menyakitkan hati,
bukan hanya kuping. Memang ada kasus penggelapan dana yang dilakukan mantan FK
Babalan,Agnes Wirdawati, yang menggelapkan dana bergulir SPP Kecamatan Babalan
sebanyak Rp. 187 juta. Atau kasus pemerasan oknum pejabat Desa Sekoci kepada
Ketua TPK Sekoci, Sofyan sebesar Rp. 4 juta. Tapi itu jumlahnya sangat kecil
jika dibandingkan anggaran dana PNPM MP Langkat 2011 yang mencapai angka Rp. 15
milyar. Jadi kasus-kasus itu sifatnya perkecualian.
Namun
demikian itu bukan berarti kita mentolerir hal-hal seperti itu dahulu,
sekarang, dan yang akan datang. Harus juga dibicarakan mekanisme dan prosedur,
atau PTO nya jika ada kasus-kasus yang sama terjadi lagi. Seperti kasus di
Kecamatan Babalan, masyarakat miskin jadi teraniaya karena ulah satu orang yang
tak bertanggung jawab. Bila perlu program PNPM MP Langkat memiliki Lembaga
Bantuan Hukum secara resmi sehingga memiliki kekuatan hukum dan politik yang
kuat untuk mengadvokasi masalah-masalah sejenis ini.
6.
Pemberdayaan atau Pelaporan
Temuan INFID yang menyatakan bahwa program PNPM MP lebih memperhatikan
aspek selesainya daripada aspek pemberdayaan masyarakat adalah ada benarnya.
Tetapi lebih banyak salahnya. Benar karena memang selama ini para pelaku PNPM
MP di tingkat desa cukup dibuat pusing harus mengisi format-format laporan yang
sedemikian rumit menurut mereka. Sedangkan para konsultan, FK dan FT, sangat
tergantung pada isian format laporan-laporan masyarakat. Oleh karena itu,
muncul pemikiran dari Pak Tahsin Tanjung bahwa format laporan dari warga
masyarakat tak usah rumit-rumit. Yang penting masyarakatnya berdaya. Format
laporan cukup dibuat sederhana saja. Jadi gampang mengisinya.
Pada observasi lain, terlihat bahwa UPK dan TPK sangat tergantung pada FK
dan FT. Bahkan FK Pematang Jaya,
Herman Yusri Manurung, sangat pesimis dengan kondisi ini. Menurut Herman,
kondisi ini disebabkan oleh masih lemahnya teknik dan strategi pendampingan
yang dilakukan oleh FK dan FT yang ada. Masyarakat hanya dijadikan simbolisasi
belaka.
Penulis berpendapat bahwa memberdayakan masyarakat tak bisa dilakukan
dalam waktu yang singkat, apalagi dalam waktu 1 atau 2 tahun. Pemberdayaan
adalah proses pendidikan masyarakat agar mereka mampu mengelola masalah dan
penyelesaian mereka sendiri. Untuk itu masyarakat harus diberi kepercayaan yang
lebih agar muncul kepercayaan diri mereka. Jadi berdaya atau tidak berdaya, tak
bisa dilihat dari secarik kertas laporan saja, apalagi jangka waktu observasi
dan penelitiannya hanya sebentar saja..
7.
Faktor Kepemimpinan
Tingkat ketrampilan kepemimpinan adalah prasyarat yang penting bagi
pelaku-pelaku PNPM MP di tingkat kecamatan dan desa. Dalam situasi yang sulit
dimana korupsi dan intimidasi sangat kuat, faktor kepemimpinan yang tegas dan
lurus bisa menanggulangi masalah itu. Untuk itu, UPK, terutama TPK-TPK harus
diberi pelatihan-pelatihan tingkat tinggi. Selama ini pelatihan-pelatihan TPK
hanya berlevel kecamatan, padahal masalah yang mereka hadapi sudah sedemikian
canggih. Untuk itu diperlukan pelatihan-pelatihan yang canggih juga, termasuk
pelatihan pembukuan dan administrasi pelaporan, ataupun tentang media massa, resolusi konflik,
paralegal, dan lain-lain pada level yang sangat tinggi.
Penutup
Proyek PNPM MP adalah anugerah
bagi warga masyarakat desa, terutama bagi desa-desa yang lokasinya jauh dari
pusat-pusat kekuasaan. Anggaran dana pembangunan dari APBD Kabupaten dan
Propinsi diperebutkan oleh elit-elit politik di tingkat Kabupaten dan Propinsi,
terutama oleh para kepala daeah dan anggota DPRD. Bagi desa-desa yang tidak
memiliki “Putra Daerah” yang menduduki jabatan-jabatan publik, seperti Bupati
dan Gubernur, serta anggota DPRD, ataupun “orang-orang kuat” lainnya, Program
PNPM MP adalah satu-satunya harapan.