MENCIPTAKAN PEMILU 2014 YANG BERKUALITAS
Oleh: Drs. Jamalludin Sitepu, MA.
Pendahuluan
Tahun 2014 di
Indonesia adalah tahun politik. Demikian yang kerap kali disampaikan banyak
oleh pengamat. Pernyataan itu tentu bukan tanpa alasan. Karena pada tahun 2014
tersebut akan ada 2 peristiwa politik besar, yaitu Pemilihan Umum Legislatif
(Pileg) dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode
2014-2019. Tak heran bila dari sekarang ini para calon DPR/DPRD dan Calon
Presiden/Calon Wakil Presiden mulai tebar pesona dengan memasang baliho,
spanduk, dan iklan media massa sebagai sarana sosialisasi. Banyak orang yang
memandang ini terlalu dini. Atau bahasa lain,banyak calon anggota Legislatif
dan Calon Presiden/Calon Wakil Presiden yang sudah berkampanye atau curi start.
Menurut penulis,
hal itu bukanlah masalah yang sangat besar. Biarlah calon anggota Legislatif
dan Calon Presiden/Calon Wakil Presiden tersebut mensosialisasikan diri lebih
awal. Karena dengan begitu, masyarakat luas mempunyai waktu yang lebih panjang
dan kesempatan yang lebih luas untuk meneliti profil dan integritas calon
anggota Legislatif dan Calon Presiden/Calon Wakil Presiden itu.
Hal yang sangat
penting adalah bagaimana menciptakan Pemilu di tahun 2014 menjadi Pemilu yang
berkualitas, yakni Pemilu yang demokratis, jujur, adil, dan menghasilkan
anggota DPR/DPRD dan Presiden-Wakil Presiden Indonesia 2014 yang berkualitas
yang bisa menghantarkan Indonesia ke gerbang kemakmuran dan keadilan.
Selama ini rakyat
Indonesia sangat banyak disuguhkan oleh berita-berita yang kurang baik tentang
kinerja para anggota DPR/DPRD dan mereka. Mulai dari anggota DPR/DPRD yang
bolos sidang sampai yang terjerat kasus-kasus korupsi. Salah seorang mantan
anggota DPR, Effendi Choirie menyatakan bahwa wajah politik Indonesia sering
kali jauh dari etika dan moralitas.
Dan Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, pernah menyatakan bahwa korupsi di Parpol dilakukan sistemik di
sektor-sektor strategis.
Pembahasan
Target menciptakan
Pemilu yang berkualitas di tahun 2014 bukanlah perkara mudah. Akan banyak
hambatan-hambatan. Jika Pemilu-pemilu di jaman Orde Baru tak lebih dari sekedar
meligitimasi aksi pembungkaman Rejim Suharto, maka Pemilu-pemilu di Jaman
Reformasi dijalankan “semau gue” tanpa “ruh” demokrasi sebenarnya. Yang terjadi
adalah Pemilu-pemilu yang dibimbing oleh ideologi Kapitalis primitif dan “laise
faire”. Hasilnya anggota DPR/DPRD atapun pejabat pemerintah yang bebas berbuat
“semau gue”.
Hanya di bebarapa
tahun terakhir ini saja, khususnya dengan pembentukan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), para anggota DPR/DPRD dan pejabat pemerintah mulai awas dan
waspada. Hanya saja karena pengawasannya berasal dari pihak luar (eksternal),
hasilnya tidak maksimal. Yang dibutuhkan adalah pengawasan melekat (waskat)
yang lebih berdimensi sistemik sehingga anggota DPR/DPRD yang terpilih memiliki
kapabilitas dan integritas yang mumpuni.
Penulis berpendapat ada beberapa langkah-langkah
strategis yang bisa dan harus dilakukan untuk mencapai target tersebut, yaitu:
1.
Penyelenggara Pemilu (KPU/KPUD, Bawaslu/Panwaslu) yang
Independen
Pembentukan Penyelenggara yang
independen adalah kunci yang paling utama dalam menciptakan sebuah Pemilu yang
berkualitas. Sayangnya selama ini perspektif yang dipakai dan dikembangkan
hanyalah dari perspektif politik, seperti tidak pernah terlibat dalam partai
politik selama 5 tahun dan masih kentalnya korupsi, kolusi, dan nepotisme
politik. Sebenarnya fenomena ini diragukan karena, seperti yang terjadi di Aceh
bagaimana calon independen sesungguhnya adalah anasir-anasir Partai Aceh/GAM.
Padahal prinsip indepensi tidak hanya melulu harus dilihat dari perspektif
politik. Karenanya fenomena dipecatnya 70 anggota KPU/KPUD dan Bawaslu/Panwaslu
oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bukanlah hal yang mengejutkan
bagi penulis. Menurut DKPP, mayoritas yang dipecat tersebut karena terlibat
“money politics” dan memihak kepentingan-kepentingan politik tertentu, terutama
dari calon incumbent.
Indpendensi juga
harus dimaknai dengan independensi finansial dan fasilitas penyelenggara
Pemilu. Seperti menurut Anggota DPD RI, Airman Sori, para anggota KPUD di
Propinsi dan Kabupaten/Kota bekerja dengan gaji dan fasilitas yang terbatas
sehingga mereka rentan dengan gangguan dan godaan, apalagi ada calon incumbent
yang ikut pada pemilihan kepala daerah.
2.
Pemutakhiran Data Pemilih yang Akurat.
Baru-baru ini Lembaga Penelitian
Pendidikan dan Penerangan Edukasi dan Politik (LP3ES) mengeluarkan laporan yang
mengejutkan. LP3ES mensinyalir 11% pemilih di Sumatera Utara yang terdaftar
dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang
telah diumumkan oleh KPU adalah Pemilih Hantu (ghost voters). Namanya terdaftar
di DPS tapi tidak bisa ditemui atau orangnya tidak ada.
Solusi untuk
masalah ini tidak ada selain kembali memutakhirkan data. Menurut pengamatan
penulis, selama ini data dari desa biasanya akurat dan selalu diperbaharui
setiap bulan. Masalahnya adalah terdapat kesenjangan atau jalur komunikasi yang
terputus antara desa, dalam hal ini Panitia Pemungutan Suara (PPS) dengan KPUD.
Jalur komunikasi antara PPS dan KPUD harus diperkuat.
3.
Pengawasan dan Penegakan Hukum
Fungsi pengawasan dan penegakan hukum
harus diperkuat. Disinilah titik lemahnya penyelenggara Pemilu, terutama
Bawaslu/Panwaslu. Pelanggaran yang paling berat dan paling sering adalah
politik uang “money politics”. Hal ini diakui sendiri oleh banyak anggota
DPR/DPRD dan pejabat pemeritah yang terpilih. Mereka terpaksa mengeluarkan
ongkos politik yang sangat besar untuk merayu pemilih, termasuk dengan
melakukan serangan fajar dengan membagi-bagikan sejumlah uang atau sembako di
pagi hari pada hari pelaksanaan Pemilu. Sayangnya hal ini sudah dianggap wajar
oleh banyak anggota masyarakat dan di
biarkan atau tidak diadakan tindakan oleh Bawaslu/Panwaslu.
4.
Pemanfaatan Teknologi Informasi
Untuk meningkatkan kualitas Pemilu
2014, mau tidak mau harus memanfaatkan teknologi informasi. Hal ini juga damini
oleh anggota DPR RI, TB Ace Hasan yang menyatakan perlunya diberlakukan e-count
di TPS-TPS sehingga dengan demikian Formulir C1 bisa langsung di kirim ke Pusat
dengan cepat. Selama ini waktu pengiriman data dari KPPS ke KPU butuh waktu 1
minggu. Dengan waktu 7 hari tersebut, data Pemilu rentan untuk diintervensi.
Rekomendasi/Kesimpulan
Meningkatan kualitas Pemilu 2014 bukanlah hal mudah
untuk dilakukan. Tapi kita bisa melakukan dengan beberapa langkah, seperti:
1.
Penyelenggara Pemilu (KPU/KPUD, Bawaslu/Panwaslu) yang
independen
2.
Pemutakhiran data Pemilih yang akurat.
3.
Pengawasan dan Penegakan Hukum
4.
Pemanfaatan teknologi informasi
(DRS. JAMALLUDIN SITEPU, M.A)
Direktu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar